Padang (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal Phd menilai jika PT Freeport tidak mematuhi aturan hukum Indonesia maka pemerintah punya alasan hukum yang kuat dan rasional untuk menasionalisasi perusahaan tersebut.

"Kalau Freeport terus memaksakan kehendak atau tidak mematuhi hukum Indonesia Indonesia, dalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945, dan UU No 4 Tahun 2009, serta prinsip mematuhi hukum domestik yang harus dihormati oleh perusahaan-perusahaan Amerika, maka argumen hukum menjadi kuat dan rasional untuk melakukan nasionalisasi terhadap Freeport," kata dia di Padang, Rabu.

Ia mengatakan pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo berkewajiban menguasai seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia untuk kemaslahatan bangsa, sebagaimana yang dimanatkan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945.

Oleh sebab itu pemerintah Indonesia memiliki kewajiban menegakkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ujar dia.

Menurutnya salah satu ciri penegakkan hukum adalah memberlakukan hukum secara setara sebagaimana yang termaktub di dalam Pasal 170 UU Nomor 4 Tahun 2009, setiap pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun setelah UU Nomor 4 Tahun 2009 diundangkan.

"Sebagai wujud kesetaraan penerapan hukum, PTFI harus tunduk kepada aturan ini," kata dia.

Kemudian kewajiban pemerintah Indonesia menerapkan hukum secara adil dan setara sejalan dengan kewajiban PTFI sebagai entitas hukum yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Freeport-McMoran untuk tunduk kepada hukum domestik dimana investasi dilakukan, lanjut dia.

Hal itu termaktub di dalam Declaration on International Investment and Multinational Enterprises negara-negara yang tergabung di dalam the Organisation for Economic Cooprration and Development (OECD), tepatnya poin nomor 2 OECD Guidelines for Multinational Enterprises bagian Concepts and Principles yang berbunyi obeying domestic laws is the first obligation of enterprises atau mematuhi hukum domestik adalah kewajiban utama perusahaan, katanya.

Oleh sebab itu lanjut dia, mematuhi hukum yang berlaku adalah prinsip salah satu prinsip universal perjanjian yang dikenal dengan legality principle.

Pada sisi lain ia melihat sikap PTFI yang tidak mematuhi hukum Indonesia dan berencana membawa persoalan yang mereka hadapi tersebut ke forum arbitrase internasional sungguh sangat disayangkan.

Pasalnya, hal itu bertolak belakang dengan prinsip Declaration on International Investment and Multinational Enterprises yang seharusnya harus dijunjung tinggi oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di Amerika sebagai pionir OECD, katanya

Ia mengatakan mengacu pada Declaration on International Invesment and Multinational Enterprises, pemerintah Indonesia berada pada posisi yang kuat ketika berunding dengan pihak Freeport ataupun menghadapi gugatan di arbitrase internasional.

Oleh karena itu pemerintah harus senantiasa memosisikan kepentingan rakyat Indonesia di atas kepentingan lainnya dalam perundingan dengan pihak Freeport, dan tidak menolak tunduk kepada kemauan asing semata.

Akan tetapi ia berharap kisruh antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah mestinya diselesaikan secara baik-baik dengan mengedepankan kepentingan rakyat Indonesia dan tidak merugikan Freeport.

Sejalan dengan itu, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta PT Freeport Indonesia untuk menghormati aturan yang ada di Tanah Air terkait perdebatan perubahan status Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Menurut Luhut posisi pemerintah jelas dalam hal tersebut dan tidak akan mundur dari aturan yang telah disusun.

"Freeport harus menyadari ini adalah B to B (business to business) jadi tidak ada urusan ke negara. Freeport sudah hampir 50 tahun di sini jadi mereka juga harus menghormati undang-undang kita," katanya.