Pengamat: pilkada DKI putaran kedua akan lebih sengit
Debat Kedua Cagub DKI Tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (kiri)-Sylviana Murni (kedua kiri), Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kiri)-Djarot Saiful Hidayat (ketiga kanan), Anies Baswedan (kedua kanan)-Sandiaga Uno (kanan) menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum mengikuti Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (27/1/2017). Debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur kedua mengusung tema tentang reformasi birokrasi, pelayanan publik, serta strategi penataan kawasan perkotaan. (ANTARA /Hafidz Mubarak A.) ()
"Artinya dua-duanya sudah punya basis pemilih yang seimbang. Walapun dari survei-survei yang relatif stabil, tingkat loyalitas pemilih, itu Ahok lebih tinggi, 85 persen pemilih Ahok relatif tidak akan mengubah pilihannya. Sementara Anies berada di kisaran 70 persen," kata Hamdi saat dihubungi ANTARA News, Kamis.
Oleh karena itu kunci pemenangan, menurut Hamdi, adalah bagaimana menarik suara Agus dikisaran yang 17 persen itu, karena pemilih di kedua kubu relatif sudah terbentuk.
"Kuncinya berebut limpahan suara Agus," ujar Hamdi.
Dia mengatakan elit-elit partai dan parpol, baik pendukung paslon nomor 2 dan 3, bisa jadi akan bergerak cepat membentuk koalisi dengan partai pendukung Agus; Demokrat, PAN, PKB dan PPP.
Namun, masalahnya, dalam konteks pemilih Jakarta, Hamdi mengatakan hasil-hasil survey menunjukkan 75 persen pemilih Jakarta cenderung tidak mau didikte oleh partai untuk memilih. Mereka cenderung memilih berdasarkan apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan.
"Jadi walaupun penting mendekati elit, tapi pendekatan pendukung di root jauh lebih penting," kata Hamdi.
Hamdi menyarankan kedua pasangan calon untuk mempelajari hal yang membuat para fans Agus memilih Agus.
"Ahok harus meyakinkan pendukung Agus bahwa program-program yang ditawarkan Agus sudah dan bisa diakomodir oleh Ahok," ujar dia.
"Anies coba membuat program yang lebih realistis," sambung dia.
Sementara itu, bagi warga yang sebelumnya tidak menggunakan hak suaranya atau golput karena takut atau cemas memilih Ahok yang non muslim, menurut Hamdi akan berpotensi untuk memilih Ahok karena melihat 43 persen rakyat tetap memilih Ahok.
"Ada kecenderungan "orang suka ikut kapal yang akan menang". Atau paling tidak orang mulai ragu Ahok bahwa "si Ahok penista", karena ternyata mayoritas masyarakat masih milih dia," ujar Hamdi.
Lebih dari itu, Hamdi melihat bahwa proses mendelegitimisasi Ahok lewat gerakan "anti-Ahok" mulai menyurut.
"Dan, itu membuat orang yang tadinya takut cemas dan milih tidak pilih Ahok atau golput, jadi confident pilih Ahok di putaran dua," kata dia.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017