Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan bahwa ada tiga fokus utama yang akan dilakukan pemerintah untuk memperbaiki indikator bisnis dan meningkatkan peringkat kemudahan berusaha, yaitu melalui sosialisasi, perubahan bertahap dan pembenahan fundamental.

"Kita bagi fokus kepada tiga aspek," katanya, seusai mengikuti rapat koordinasi membahas peringkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business) di Jakarta, Kamis.

Rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution itu dilakukan untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia versi Bank Dunia (World Bank/WB) yang saat ini berada di posisi 91 dari 190 negara.

Ia menjelaskan proses sosialisasi terkait kebijakan pemerintah di sektor investasi akan dilaksanakan kepada para pebisnis, karena Bank Dunia kembali melakukan survei kemudahan berusaha pada Maret 2017.

"Sosialisasi kita tahun lalu telat, banyak perbaikan, tapi tidak sempat kita sosialisasikan kepada responden. Padahal, banyak aspek yang sudah ada perubahan seperti penyambungan listrik dan pembuatan izin perusahaan," katanya.

Kemudian, menurut dia, pemerintah akan melakukan perubahan secara bertahap (incremental) atas 10 indikator kemudahan berusaha yang menjadi basis penilaian survei kemudahan berusaha Bank Dunia.

"Kita melakukan perubahan yang bersifat incremental, moga-moga dari masing-masing sepuluh komponen indeks ada perbaikan," ungkapnya.

Terakhir, dikemukakannya, pembenahan fundamental akan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang selama ini dinilai masih menghambat iklim investasi, karena prosedur perizinan yang dianggap terlalu lama dan menyulitkan para pebisnis.

"Perubahan fundamental ini yang paling berat, karena mungkin akan memerlukan upaya multi tahun, termasuk di perundang-undangan," demikian Thomas Lembong.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menambahkan bahwa perubahan bertahap yang bisa dilakukan di sektor lahan adalah penyederhanaan proses izin pendirian bangunan, tanda daftar perusahaan maupun biaya notaris.

"Masalah izin itu akan dipendekkan, tahun lalu kita sudah relatif bagus, tapi diharapkan peringkat bisa turun lagi peringkat ke angka yang lebih kecil," ujarnya.

Sofyan juga memastikan bahwa BPN akan memperbaiki sistem teknologi informasi untuk mempermudah masyarakat yang ingin mengajukan proses perizinan maupun sekedar mengecek status kepemilikan tanah.

"Kalau ingin mengecek status tanah untuk sertifikat, itu harus dicek di BPN. Selama ini melihatnya hanya dengan manual atau bertanya ke orang BPN, makanya lama. Tapi kalau kita perbaiki TI, tidak perlu lagi seperti itu," katanya.

Namun, ia menegaskan, agar peringkat kemudahan berusaha Indonesia bisa lebih baik dari posisi 91 seperti sekarang perlu pembenahan fundamental dalam aspek perundang-undangan.

Salah satunya, menurut dia, dengan menerbitkan satu Undang Undang (UU) yang bisa memperbaiki sekian banyak UU yang selama ini dianggap tumpang tindih dan menghambat proses kemudahan berusaha (omnibus law).

"Kalau mau revolusioner, itu dengan omnibus law. Satu UU untuk memperbaiki sekian banyak UU. Karena saat ini banyak percepatan-percepatan yang tidak bisa dilakukan, karena UU masih mengatur," ujar Sofyan.

Sofyan menambahkan, meski selama ini belum pernah diterapkan, namun pembentukan "omnibus law" tersebut dimungkinkan dan saat ini sedang dilakukan identifikasi terkait UU yang memerlukan pembenahan tersebut.

"Lebih bagus kalau mengubah UU yang mewajibkan tapi tidak dibutuhkan. Itu yang kita ubah. Kalau mengubah seluruhnya kan susah, maka Menko mengatakan pakai omnibus law. Satu UU mengoreksi sekian puluh UU yang terkait," ujarnya menambahkan.

Dalam laporan survei kemudahan berusaha Bank Dunia yang dipublikasikan pada Oktober 2016, Indonesia mengalami perbaikan dari sebelumnya posisi 106 menjadi 91, atau mengalami kenaikan sebanyak 15 peringkat.

Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai negara teratas dalam daftar "top reformer" karena mengalami perbaikan signifikan dalam tujuh indikator yaitu memulai usaha, penyambungan listrik, perizinan pendirian bangunan, akses kredit, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas dan penegakan isi kontrak.

Pemerintah telah menekankan pentingnya kenaikan peringkat kemudahan berusaha karena menjadi indikator perbaikan iklim investasi di Indonesia. Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan peringkat Indonesia berada pada posisi 40 besar.