Ahli bahasa sebut pidato Ahok sudah keluar konteks
13 Februari 2017 13:21 WIB
Koordinator Ahli Tata Bahasa Neno Warisman (kiri) bersama bersama Ahli Tata Bahasa Universitas Mataram Mahyuni (kanan) berjalan seusai mengikuti sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2/2017).(ANTARA /Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Mahyuni, ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Mataram yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyatakan bahwa pidato Ahok di Kepulauan Seribu sudah keluar dari konteks.
"Kesan saya sebagai ahli itu topiknya mengarah ke kampanye, seolah-olah dia tidak yakin akan dipilih karena secara tiba-tiba berpidato soal gubernur memakai Surat Al-Maidah ayat 51," kata Mahyuni saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin.
Ia pun menyayangkan pidato Ahok yang menyinggung Al-Maidah ayat 51 karena diketahui tujuan awalnya adalah kunjungan kerja sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu.
"Tidak usah dikaitkan dengan yang lain, yang saya ketahui kan kunjungan kerjanya soal masalah ikan," ucap Mahyuni.
JPU dijadwalkan menghadirkan empat ahli antara lain ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, ahli Bahasa Indonesia Mahyuni dan dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Kesan saya sebagai ahli itu topiknya mengarah ke kampanye, seolah-olah dia tidak yakin akan dipilih karena secara tiba-tiba berpidato soal gubernur memakai Surat Al-Maidah ayat 51," kata Mahyuni saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin.
Ia pun menyayangkan pidato Ahok yang menyinggung Al-Maidah ayat 51 karena diketahui tujuan awalnya adalah kunjungan kerja sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu.
"Tidak usah dikaitkan dengan yang lain, yang saya ketahui kan kunjungan kerjanya soal masalah ikan," ucap Mahyuni.
JPU dijadwalkan menghadirkan empat ahli antara lain ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, ahli Bahasa Indonesia Mahyuni dan dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: