Gubernur Bali pesimis soal Manajemen Satu Pulau
11 Februari 2017 17:35 WIB
Situasi kepadatan fasilitas wisata yang terpantau dari udara di kawasan Kuta, Bali, Jumat (19/2). KADIN mendesak optimalisasi moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di kawasan Bali selatan yang dicetuskan pemerintah Provinsi Bali sejak 2010. Pembangunan pariwisata Bali sangat berat ke selatan. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Denpasar (ANTARA News) - Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, pesimistis bisa menerapkan konsep One Island Management alias Manajemen Satu Pulau dalam bidang kepariwisataan, selama situasi politik negara belum berubah.
"One Island Management itu holistik dan harus mengubah undang-undangnya, situasi politik negara juga harus berubah," kata Pastika, saat menggelar simakrama (silaturahmi dan temu wicara) dengan tokoh-tokoh pariwisata dan masyarakat, di Denpasar, Sabtu.
Dia memprediksi dalam kurun waktu 10-25 tahun ke depan, belum tentu kondisi politik di Indonesia akan berubah. Hal ini juga sangat terkait dengan penerapan otonomi daerah yang merupakan politik negara.
"Jadi akan masih seperti ini. Kalau kita masih dalam kondisi seperti ini, cerita One Island Management masih di awang-awang, terlalu jauh," ucap Pastika, menjawab dorongan tokoh-tokoh pariwisata yang menginginkan penerapan konsep itu.
Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya diutamakan mengerjakan hal-hal yang bisa dikerjakan dalam kewenangan provinsi.
"Jangan bicara kabupaten, tidak bisa. Saya sudah hampir 10 tahun jadi gubernur, tidak berhasil. Oleh karena itu, parsial saja, mana yang paling mungkin itu yang dibereskan dalam kewenangan provinsi," ucapnya.
Pastika mengakui tidak bisa bicara yang menyangkut kewenangan bupati/wali kota karena masing-masing memiliki kepentingan untuk menyejahterakan rakyat. Di seluruh Bali, Kabupaten Badung merupakan kabupaten yang paling banyak mendapat keuntungan dari pariwisata.
"Yang bisa menyejahterakan cuma satu yang mereka (bupati dan wali kota) anggap, yakni hanya pariwisata, jadi berlomba mengembangkan pariwisatanya. Dipaksa untuk mengembangkan pertanian tentu tidak bisa," katanya.
Menurut dia, siapapun gubernurnya, tidak akan bisa kalau situasi politik masih seperti ini.
"Teorinya gampang, tetapi praktiknya nggak bisa, saya sudah pengalaman, segala cara dipakai tidak bisa. Itu fakta karena politiklah yang jadi panglima sekarang, bukan yang lain," ujar Pastika.
Dalam kesempatan itu praktisi pariwisata, Bagus Sudibya, mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan dapat melihat persoalan pariwisata semakin detail, mengkaji peluang dan tantangan, serta yang terpenting di Bali harus ada kesatuan visi misi.
"Gubernur juga saya harapkan bisa mengoordinasikan dengan bupati/wali kota untuk menciptakan keharmonisan dalam pengembangan pariwisata Bali," katanya.
Dia mengajak semua pihak untuk tidak berpuas diri terhadap capaian Bali selama ini karena sesungguhnya sudah terjadi "kebocoran" kunjungan wisatawan asing dan domestik yang ke Bali.
"One Island Management itu holistik dan harus mengubah undang-undangnya, situasi politik negara juga harus berubah," kata Pastika, saat menggelar simakrama (silaturahmi dan temu wicara) dengan tokoh-tokoh pariwisata dan masyarakat, di Denpasar, Sabtu.
Dia memprediksi dalam kurun waktu 10-25 tahun ke depan, belum tentu kondisi politik di Indonesia akan berubah. Hal ini juga sangat terkait dengan penerapan otonomi daerah yang merupakan politik negara.
"Jadi akan masih seperti ini. Kalau kita masih dalam kondisi seperti ini, cerita One Island Management masih di awang-awang, terlalu jauh," ucap Pastika, menjawab dorongan tokoh-tokoh pariwisata yang menginginkan penerapan konsep itu.
Oleh karena itu, menurut dia, sebaiknya diutamakan mengerjakan hal-hal yang bisa dikerjakan dalam kewenangan provinsi.
"Jangan bicara kabupaten, tidak bisa. Saya sudah hampir 10 tahun jadi gubernur, tidak berhasil. Oleh karena itu, parsial saja, mana yang paling mungkin itu yang dibereskan dalam kewenangan provinsi," ucapnya.
Pastika mengakui tidak bisa bicara yang menyangkut kewenangan bupati/wali kota karena masing-masing memiliki kepentingan untuk menyejahterakan rakyat. Di seluruh Bali, Kabupaten Badung merupakan kabupaten yang paling banyak mendapat keuntungan dari pariwisata.
"Yang bisa menyejahterakan cuma satu yang mereka (bupati dan wali kota) anggap, yakni hanya pariwisata, jadi berlomba mengembangkan pariwisatanya. Dipaksa untuk mengembangkan pertanian tentu tidak bisa," katanya.
Menurut dia, siapapun gubernurnya, tidak akan bisa kalau situasi politik masih seperti ini.
"Teorinya gampang, tetapi praktiknya nggak bisa, saya sudah pengalaman, segala cara dipakai tidak bisa. Itu fakta karena politiklah yang jadi panglima sekarang, bukan yang lain," ujar Pastika.
Dalam kesempatan itu praktisi pariwisata, Bagus Sudibya, mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan dapat melihat persoalan pariwisata semakin detail, mengkaji peluang dan tantangan, serta yang terpenting di Bali harus ada kesatuan visi misi.
"Gubernur juga saya harapkan bisa mengoordinasikan dengan bupati/wali kota untuk menciptakan keharmonisan dalam pengembangan pariwisata Bali," katanya.
Dia mengajak semua pihak untuk tidak berpuas diri terhadap capaian Bali selama ini karena sesungguhnya sudah terjadi "kebocoran" kunjungan wisatawan asing dan domestik yang ke Bali.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: