Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengatakan pelaksanaan aksi "112" hanya akan digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta.

Hal ini dikatakannya usai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di rumah dinas Menkopolhukam di Jakarta, Kamis.

"Aksi 11 Februari akan tetep dilaksanakan. Tapi yang ingin ikut aksi telah mengambil inisiatif dengan memindahkan lokasi kegiatan dari Monas menjadi di Masjid Istiqlal," ujarnya.

Rizieq menambahkan pihaknya juga membatalkan aksi pengerahan massa turun ke jalan atau long march, yang rencananya dimulai dari Monas menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

"Kebetulan ada dua paslon yang akan kampanye terakhir pada hari itu, kedua paslon bisa saja mengerahkan massa yang cukup besar dalam aksi tersebut. Kami tidak mau terjebak dalam kampanye mereka, maka itu kami ambil keputusan agar digelar di Istiqlal," jelasnya kemudian.

"Kami juga komitmen untuk tidak melanggar undang-undang dalam aksi di Istiqlal," tambahnya pula.

Sementara itu, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir, yang ditemui di lokasi yang sama mengungkapkan bahwa aksi "112" akan dilaksanakan dengan menggelar Shalat Subuh berjamaah serta dilanjutkan dengan acara Tausiah Nasional.

"Tidak boleh ada hal-hal yang bisa mengganggu ketertiban umum. Tidak boleh ada yang menimbulkan provokasi. Kita akan berkerjasama dengan aparat," ungkap Bachtiar.

Ia juga memastikan massa dari GNPF tidak akan melaksanakan long march.

"Kami perjelas secara resmi, bahwa tidak ada long march. Kalau ada itu bukan GNPF. Kami tidak bertanggung jawab atas itu," kata Bachtiar.

Sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya telah melarang aksi "112" yang akan digelar FUI karena menjelang masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono menjelaskan alasan tidak diizinkannya aksi tersebut digelar, karena dikhawatirkan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Berdasarkan Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban tidak diperbolehkan dan Pasal 15 UU Nomor 9 Tahun 1998, maka petugas dapat membubarkan aksi itu.

Argo juga menyatakan polisi berwenang membubarkan aksi yang dianggap berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban umum, termasuk menjatuhkan sanksi kepada para pelakunya.