KPU DKI: calon tak boleh pasang iklan
7 Februari 2017 20:34 WIB
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno menunjukkan contoh surat suara Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 beserta alat bantu untuk pemilih tuna netra di Jakarta, Rabu (11/1/2017). KPU DKI Jakarta mencetak surat suara Pilkada DKI Jakarta sebanyak 7,2 juta lembar berdasarkan data daftar pemilih tetap (DPT) yang jumlahnya sekitar 7,1 juta orang ditambah surat suara cadangan yang jumlahnya 2,5 persen dari jumlah DPT. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ama/17. ()
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Sumarno menegaskan peran media massa dalam menyukseskan pemilihan kepala daerah sangat penting, namun untuk iklan tidak boleh dilakukan langsung oleh pasangan calon.
"Aturan saat ini iklan di media massa tidak boleh dilakukan langsung oleh pasangan calon, tetapi difasilitasi oleh KPUD. Tetapi soal materinya disiapkan oleh masing-masing pasangan calon atau tim suksesnya," kata Ketua KPU DKI Sumarno dalam diskusi "Peran Media Sukseskan Pilkada DKI 2017" di Jakarta, Selasa.
Sumarno menjelaskan bahwa aturan iklan memiliki sanksi yang sangat berat yakni pembatalan pasangan calon yang melanggarnya.
"Kita akan tegur bagi siapa saja pasangan calon yang melanggarnya?. Kalau ada yang melanggarnya bisa kita batalkan atau gugurnya pencalonan?," kata Sumarmo.
Sementara terkait rencana demo pada 11-2-2017 sebagaimana akan adanya rencana aksi demo besar-besaran, dia menyatakan, "KPU tak memiliki kewenangan melarang demo tetapi hanya melarang calon untuk berkampanye di luar masa kampanye. khususnya selama masa tenang.
"KPU hanya bisa melakukan pelarangan kalau itu dilakukan oleh pasangan calon atau tim sukses," kata Sumarno.
Sedangkan terkait laporan dana kampanye ada tiga kali laporan. Pertama, laporan awal sehari sebelum kampanye. Kedua, di tengah kampanye, yakni laporan sumbangan dana kampanye.
Sumbangan perorangan senilai Rp75 juta dan perusahaan maksimal Rp750 juta. Ketiga berupa laporan penerimaan dan pengeluaran satu hari setelah selesai kampanye.
"Dan penyumbang harus jelas ada KTP dan NPWP-nya. Jadi tidak boleh lagi ada sumbangan dari hamba Allah. Harus ada nama dan NPWP," kata Sumarno.
Setelah dilaporkan ke KPUD maka KPUD DKI akan menunjuk akuntan publik.
"Jadi tak benar jika ada pasangan calon yang bisa menentukan kantor akuntan publik. Pasangan calon tak boleh mencari sendiri kantor akuntan publik," kata Sumarno.
"Aturan saat ini iklan di media massa tidak boleh dilakukan langsung oleh pasangan calon, tetapi difasilitasi oleh KPUD. Tetapi soal materinya disiapkan oleh masing-masing pasangan calon atau tim suksesnya," kata Ketua KPU DKI Sumarno dalam diskusi "Peran Media Sukseskan Pilkada DKI 2017" di Jakarta, Selasa.
Sumarno menjelaskan bahwa aturan iklan memiliki sanksi yang sangat berat yakni pembatalan pasangan calon yang melanggarnya.
"Kita akan tegur bagi siapa saja pasangan calon yang melanggarnya?. Kalau ada yang melanggarnya bisa kita batalkan atau gugurnya pencalonan?," kata Sumarmo.
Sementara terkait rencana demo pada 11-2-2017 sebagaimana akan adanya rencana aksi demo besar-besaran, dia menyatakan, "KPU tak memiliki kewenangan melarang demo tetapi hanya melarang calon untuk berkampanye di luar masa kampanye. khususnya selama masa tenang.
"KPU hanya bisa melakukan pelarangan kalau itu dilakukan oleh pasangan calon atau tim sukses," kata Sumarno.
Sedangkan terkait laporan dana kampanye ada tiga kali laporan. Pertama, laporan awal sehari sebelum kampanye. Kedua, di tengah kampanye, yakni laporan sumbangan dana kampanye.
Sumbangan perorangan senilai Rp75 juta dan perusahaan maksimal Rp750 juta. Ketiga berupa laporan penerimaan dan pengeluaran satu hari setelah selesai kampanye.
"Dan penyumbang harus jelas ada KTP dan NPWP-nya. Jadi tidak boleh lagi ada sumbangan dari hamba Allah. Harus ada nama dan NPWP," kata Sumarno.
Setelah dilaporkan ke KPUD maka KPUD DKI akan menunjuk akuntan publik.
"Jadi tak benar jika ada pasangan calon yang bisa menentukan kantor akuntan publik. Pasangan calon tak boleh mencari sendiri kantor akuntan publik," kata Sumarno.
Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: