Gaikindo ingatkan lagi peluang ekspor ke Australia
7 Februari 2017 19:05 WIB
Konferensi pers perdana jelang Gaikindo Indonesia International Auto Show 2017 di Jakarta, Selasa (8/2/2017), dengan pembicara Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi (tengah) dan Ketua Penyelenggara GIIAS 2017 Rizwan Alamsjah (kanan). (ANTARA News/Gilang Galiartha)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, kembali mengingatkan adanya peluang ekspor ke Australia yang masih belum tergarap oleh industri otomotif Indonesia.
"Di Australia mereka ada pasar otomotif dengan volume satu juta unit per tahun dan di sana sudah tidak ada industri otomotif yang berproduksi, semuanya impor, tapi Indonesia sampai saat ini belum satu unit pun diekspor ke sana," kata Yohannes dalam rangkaian konferensi pers perdana jelang pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 di Jakarta, Selasa.
"Itu lah kami bilang Indonesia harus bisa terus kembangkan industri otomotif, salah satunya lewat GIIAS ini," ujarnya menambahkan.
(baca juga: Lewat GIIAS 2017, Gaikindo ajak industri otomotif songsong masa depan)
Rintisan menembus pasar ekspor ke Australia, lanjut Yohannes, saat ini menghadapi kendala laiknya peluang-peluang ekspor ke negara-negara tujuan lain, yang bermuara pada dua kendala utama yakni standar bahan bakar kendaraan serta karakter pasar yang berkaitan erat dengan struktur pajak kendaraan.
"Kalau bicara ekspor harus bicara Euro 4. Indonesia menjadi satu dari tiga negara tersisa di Asia yang masih pakai Euro 2, bersama Myanmar dan Laos. Bahkan dalam waktu dekat Laos dikabarkan akan beralih ke Euro 4, "katanya.
Kendala standar bahan bakar kendaraan tersebut, kata Yohannes, membuat pabrikan-pabrikan yang memproduksi mobil di Indonesia harus membuat dua jenis kendaraan yakni berstandar bahan bakar Euro 2 untuk pasar lokal dan berstandar bahan bakar Euro 4 untuk pasar ekspor.
"Itu membuat industri otomotif kita menjadi tidak efisien," katanya.
(baca juga: Menggali optimisme pasar otomotif Indonesia 2017)
Sementara itu terkait dengan karakteristik jenis mobil terpopuler juga cukup menghambat, sebab pasar global cenderung memilih sedan yang tidak menjadi salah satu keluaran basis produksi otomotif di Indonesia.
"Pangkalnya di Indonesia skema pajaknya membuat tarif pajak sedan mahal, bahkan lebih mahal dari mobil-mobil mewah yang berjenis MPV. Ini membuat prinsipal manapun ogah menjadikan Indonesia basis produksi sedan, maka peluang ekspor pun menipis," ujarnya.
"Di Australia mereka ada pasar otomotif dengan volume satu juta unit per tahun dan di sana sudah tidak ada industri otomotif yang berproduksi, semuanya impor, tapi Indonesia sampai saat ini belum satu unit pun diekspor ke sana," kata Yohannes dalam rangkaian konferensi pers perdana jelang pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017 di Jakarta, Selasa.
"Itu lah kami bilang Indonesia harus bisa terus kembangkan industri otomotif, salah satunya lewat GIIAS ini," ujarnya menambahkan.
(baca juga: Lewat GIIAS 2017, Gaikindo ajak industri otomotif songsong masa depan)
Rintisan menembus pasar ekspor ke Australia, lanjut Yohannes, saat ini menghadapi kendala laiknya peluang-peluang ekspor ke negara-negara tujuan lain, yang bermuara pada dua kendala utama yakni standar bahan bakar kendaraan serta karakter pasar yang berkaitan erat dengan struktur pajak kendaraan.
"Kalau bicara ekspor harus bicara Euro 4. Indonesia menjadi satu dari tiga negara tersisa di Asia yang masih pakai Euro 2, bersama Myanmar dan Laos. Bahkan dalam waktu dekat Laos dikabarkan akan beralih ke Euro 4, "katanya.
Kendala standar bahan bakar kendaraan tersebut, kata Yohannes, membuat pabrikan-pabrikan yang memproduksi mobil di Indonesia harus membuat dua jenis kendaraan yakni berstandar bahan bakar Euro 2 untuk pasar lokal dan berstandar bahan bakar Euro 4 untuk pasar ekspor.
"Itu membuat industri otomotif kita menjadi tidak efisien," katanya.
(baca juga: Menggali optimisme pasar otomotif Indonesia 2017)
Sementara itu terkait dengan karakteristik jenis mobil terpopuler juga cukup menghambat, sebab pasar global cenderung memilih sedan yang tidak menjadi salah satu keluaran basis produksi otomotif di Indonesia.
"Pangkalnya di Indonesia skema pajaknya membuat tarif pajak sedan mahal, bahkan lebih mahal dari mobil-mobil mewah yang berjenis MPV. Ini membuat prinsipal manapun ogah menjadikan Indonesia basis produksi sedan, maka peluang ekspor pun menipis," ujarnya.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: