KPK dalami kaitan suap Patrialis Akbar dengan pemohon uji materi impor daging
6 Februari 2017 12:52 WIB
Perantara suap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, Kamaludin (tengah) bergegas usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/2/2017). Kamaludin diperiksa sebagai tersangka terkait dugaan suap "judicial review" uu tentang peternakan dan kesehatan hewan dengan mengamankan dokumen pembukuan perusahaan, voucher penukaran mata uang asing serta draft putusan perkara. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami mengenai indikasi awal komunikasi antara pemohon uji materi dengan pengusaha daging sapi impor Basuki Hariman yang juga tersangka suap kepada mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
"Itu yang kami dalami tentu saja, apakah memang ada relasi langsung atau tidak langsung dari pihak pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Menurut Febri ada indikasi Basuki Hariman memang memiliki kepentingan bisnis terkait dengan putusan uji materi tersebut nantinya.
"Kami akan dalami apakah Basuki Hariman hanya menumpangi proses yang sedang berjalan atau memang ada komunikasi dan koordinasi sebelumnya. Saya rasa ini penting menjadi konsen bagi KPK juga," ujarnya.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh enam pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaanya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
"Itu yang kami dalami tentu saja, apakah memang ada relasi langsung atau tidak langsung dari pihak pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Menurut Febri ada indikasi Basuki Hariman memang memiliki kepentingan bisnis terkait dengan putusan uji materi tersebut nantinya.
"Kami akan dalami apakah Basuki Hariman hanya menumpangi proses yang sedang berjalan atau memang ada komunikasi dan koordinasi sebelumnya. Saya rasa ini penting menjadi konsen bagi KPK juga," ujarnya.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh enam pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaanya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: