Roma (ANTARA News) - Lebih dari 1.300 migran dan pengungsi diselamatkan di bagian tengah Laut Tengah, kata penjata pantai Italia, Jumat (3/2), sehari setelah Italia dan Libya menandatangani kesepakatan guna mencegah penyelundupan manusia di negara Afrika Utara tersebut.

Secara keseluruhan, sebanyak 13 operasi dilancarkan oleh kapal Penjaga Pantai dan Angkatan Laut Italia, bersama dengan pasukan lain yang beroperasi dalam misi Uni Eropa (EUNAVFOR), dan kapal dari organisasi bantuan, demikian laporan kantor berita Xinhua, Sabtu (4/2).

Pada Kamis, penjaga pantai Italia yang mengkoordinasikan semua upaya pertolongan migran di Laut Tengah mengatakan bahwa ada lebih dari 1.750 migran dan pengungsi telah diselamatkan dalam 24 jam belakangan.

Sebanyak 450 orang telah diselamatkan dalam lima operasi berbeda pada Kamis, dan 1.300 orang pada hari sebelumnya.

Dari kelompok tersebut, sebanyak 754 migran dan pengugnsi termasuk 131 anak kecil tanpa pendamping dibawa ke Pelabuhan Reggio Calabria di Italia Selatan, demikian laporan Xinhua.

Mereka diberi bantuan dan pemeriksaan medis pertama, kata pemerintah setempat pada Jumat.

Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni dan Perdana Menteri Libya Fayez As-Serraj pada Kamis itu menandatangani kesepakatan yang bertujuan menangani arus migran dan pengungsi mulai dari pantai Libya.

Dalam beberapa tahun belakangan, negara Afrika Utara itu telah menjadi titik awal utama keberangkatan migran dan pencari suaka, dan tempat penting bagi penyelundup manusia.

Kamp sementara buat migran gelap akan dibuat di tanah Libya, demikian rancangan kesepakatan yang disiarkan oleh Pemerintah Italia. Kamp semacam itu akan dikelola oleh petugas dari Kementerian Dalam Negeri Libya, dan didanai oleh Uni Eropa, sementara Italia menyediakan bantuan medis.

Migran gelap di kamp tersebut akan diminta menyepakati pemulangan sukarela ke negara asal mereka, atau akan menghadapi deportasi.

Rencana semacam itu akan diberlakukan selama tiga tahun ke depan, dan secara keseluruhan rencana tersebut disepakati oleh para pemimpin Uni Eropa, yang berkumpul untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi mengenai krisis migrasi di Malta pada 2 hingga 3 Februari 2017.