Ribuan orang di London kecam kebijakan pengungsi Trump
5 Februari 2017 01:28 WIB
Aksi unjuk rasa ribuan warga di London, Inggris, yang menolak kebijakan pengungsi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dan sekaligus menilai Perdana Menteri Inggris Theresa May lamban bersikap. (Reuters)
London (ANTARA News) - Ribuan orang berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di London, Inggris, Sabtu (4/2), untuk menentang kebijakan Presiden Donald Trump, yang melarang pengungsi dan warga dari tujuh negara berpenduduk Muslim memasuki AS.
Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bergambar lumuran darah dan bertuliskan "Katakan Tidak terhadap Trump. Katakan Tidak terhadap Perang" dan "Trump: Hubungan Khusus? Katakan Tidak."
Trump pekan lalu menandatangani perintah eksekutif, yang menangguhkan selama empat bulan izin masuk ke AS bagi para pengungsi dan untuk sementara bagi para warga dari Suriah dan enam negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, demikian laporan Reuters.
Pada Jumat, seorang hakim pengadilan Seattle menolak perintah Trump tersebut.
Banyak warga Inggris merasa marah terhadap langkah Trump itu, yang mereka anggap diskriminatif. Mereka juga kecewa terhadap Perdana Menteri Inggris Theresa May yang dianggap lamban dalam mengkritik kebijakan keimigrasian Trump.
Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bergambar lumuran darah dan bertuliskan "Katakan Tidak terhadap Trump. Katakan Tidak terhadap Perang" dan "Trump: Hubungan Khusus? Katakan Tidak."
Trump pekan lalu menandatangani perintah eksekutif, yang menangguhkan selama empat bulan izin masuk ke AS bagi para pengungsi dan untuk sementara bagi para warga dari Suriah dan enam negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya, demikian laporan Reuters.
Pada Jumat, seorang hakim pengadilan Seattle menolak perintah Trump tersebut.
Banyak warga Inggris merasa marah terhadap langkah Trump itu, yang mereka anggap diskriminatif. Mereka juga kecewa terhadap Perdana Menteri Inggris Theresa May yang dianggap lamban dalam mengkritik kebijakan keimigrasian Trump.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017
Tags: