London (ANTARA News) - Musik keroncong dari Indonesia diyakini berasal dari Portugal, yaitu musik Fado yang awalnya dibawa tentara Portugis yang menjadi tawanan pasukan kolonial Belanda dan hidup serta menetap di Kampung Tugu (Toegoe) di Jakarta Utara. Anak cucu turunan mereka melestarikan musik keroncong hingga saat ini.

Lima tahun lalu Organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan musik Fado sebagai "World's Intangible Cultural Heritage", layaknya musik angklung dari Indonesia.

Untuk memperingati lima tahun anugerah UNESCO untuk musik Fado, maka kelompok musik Krontjong Toegoe diajak untuk merayakan dan juga untuk kembali mengenal akar sejarah perkembangan keroncong di Kampung Tugu melalui pertunjukan bersama beberapa musisi Fado ternama Portugal, baru-baru ini.

Kunjungan kelompok musil Keroncong Tugu utamanya memeriahkan peringatan kelima tahun dirayakannya Fado sebagai World's Intangible Cultural Heritage UNESCO, ujar Penerangan Sosial dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (Pensosbud KBRI) Lisabon di Portugal, Karina Wulan, kepada ANTARA News, Sabtu.

Dikatakannya, untuk menyukseskan rangkaian kegiatan budaya pada kunjungan Keroncong Tugu, KBRI Lisabon bekerjasama dengan Direktur Jenderal Kebudayaan Patrimonial, Museum Fado (Museu do Fado) dan Museum Nasional Arkeologi (Museu Nacional de Arqueologia) mengadakan serangkaian pertunjukan yang merupakan kolaborasi antara fado dan musik Kroncong Tugu yang merupakan derivatif musik keroncong yang mendapat pengaruh dari musik fado asal Portugal.

Selama di Portugal ada 12 orang personel Kroncong Toegoe menampilkan tiga pertunjukan diawali dengan menyaksikan pertunjukan musik Fado di Clube do Fado.

Duta Besar RI di Lisabon Mulya Wirana kepada ANTARA News mengungkapkan arti penting kegiatan tersebut karena Indonesia-Portugal merupakan negara yang memiliki hubungan sejarah panjang yang telah terjalin dari masa lalu.

Penjelajahan maritim Portugis ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan di Indonesia, mulai dari Bahasa Indonesia yang banyak menggunakan serapan bahasa Portugis, penyebaran agama, kesenian, dan beberapa peninggalan bangunan. Bahkan, Bahasa Indonesia menerapkan konsep vokal "a, i, u, e, o" layaknya bangsa bangsa Portugis.

Dubes Wirana mengharapkan hubungan baik yang telah tercipta ini dapat menciptakan hubungan yang harmonis anatara kedua negara.

Selama di Portugal grup musik Krontjong Toegoe mengisi pertunjukan kolaborasi dengan Fado di Museu do Fado yang sangat diapresiasi oleh undangan yang sebagian besar berasal dari kolega Museu do Fado, seniman dan asosiasi pecinta musik Fado Portugal.

Beberapa artis ternama Fado, seperti penyanyi senior ternama Carlos do Carmo, Mariza dan gitaris Pedro bersama sekitar 200 undangan yang merasa terhibur menyaksikan kolaborasi dua musik yang memiliki keterkaitan sangat erat.

Krontjong Toegoe juga menampilkan pertunjukan musik keroncong di Museu Nacional deArqueologia (MNA) yang dihadiri sekitar 100 undangan, termasuk 30 orang direktur museum se-Uni Eropa yang tengah mengikuti konferensi Dewan Museum Internasional (International Council of Museums/ICOM) Europe Alliance Conference yang diadakan di Yayasan (Fundacao) Calouste Gulbenkian.

Hubungan yang baik di antara Dubes RI di Lisabon dan Direktur MNA, Antonio Carvalho, membuat Kroncong Toegoe dalam jadwal kegiatan resmi konferensi ICOM.

Kegiatan tersebut juga mempopulerkan musik keroncong di mancanegara, menarik perhatian musisi fado untuk berkolaborasi dengan beberapa musisi keroncong Indonesia.