Polri: data SMS Antasari sulit dicari
3 Februari 2017 18:05 WIB
Antasari Tagih Pengusutan Kasus SMS Gelap Mantan Ketua KPK Antasari Azhar meninggalkan gedung Ditreskrimsus, Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2017). Kedatangan Antasari bertujuan untuk menagih kelanjutan pengusutan kasus SMS gelap mengatasnamakan dirinya yang telah dilaporkan sejak tahun 2011. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) ()
Jakarta (ANTARA News) - Polri menyatakan bahwa upaya untuk mendapatkan bukti terkait pesan singkat yang dikirimkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar akan mengalami kesulitan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan salah satu kendalanya adalah karena peristiwa tersebut terjadi pada beberapa tahun lalu.
"Peristiwa itu sudah berlalu, sudah bertahun-tahun, di mana kalau dalam sebuah provider itu memiliki keterbatasan kapasitas penyimpanan sehingga akan kesulitan untuk kita bisa buka call data record maupun membuka sms," kata dia, terkait laporan Antasari soal pesan singkat (SMS) misterius yang dikirim dari nomor ponsel Antasari kepada mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Pihaknya juga tidak bisa menjanjikan bahwa Polri bisa mendapatkan data tersebut dari operator seluler.
"Kami kesulitan untuk mendapatkan data yang lalu, apakah datanya hilang atau tidak, itu juga tidak tahu," imbuhnya.
Namun demikian pihaknya akan tetap berupaya untuk mendalami laporan tersebut.
(Baca: Antasari Azhar desak Polda Metro tindak lanjuti laporan ancaman)
SMS tersebut membuat Antasari dinilai sebagai dalang pembunuhan Nasrudin. Antasari bersikukuh tidak mengirimkan SMS tersebut kendati berasal dari nomor ponselnya.
Sebelumnya kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengabulkan grasi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Pada Kamis tanggal 10 November 2016, Antasari Azhar meninggalkan LP Tangerang dengan status bebas bersyarat sejak ditahan pada Mei 2009.
Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan setelah dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran.
Antasari Azhar melalui kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan salah satu kendalanya adalah karena peristiwa tersebut terjadi pada beberapa tahun lalu.
"Peristiwa itu sudah berlalu, sudah bertahun-tahun, di mana kalau dalam sebuah provider itu memiliki keterbatasan kapasitas penyimpanan sehingga akan kesulitan untuk kita bisa buka call data record maupun membuka sms," kata dia, terkait laporan Antasari soal pesan singkat (SMS) misterius yang dikirim dari nomor ponsel Antasari kepada mendiang Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Pihaknya juga tidak bisa menjanjikan bahwa Polri bisa mendapatkan data tersebut dari operator seluler.
"Kami kesulitan untuk mendapatkan data yang lalu, apakah datanya hilang atau tidak, itu juga tidak tahu," imbuhnya.
Namun demikian pihaknya akan tetap berupaya untuk mendalami laporan tersebut.
(Baca: Antasari Azhar desak Polda Metro tindak lanjuti laporan ancaman)
SMS tersebut membuat Antasari dinilai sebagai dalang pembunuhan Nasrudin. Antasari bersikukuh tidak mengirimkan SMS tersebut kendati berasal dari nomor ponselnya.
Sebelumnya kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman mengatakan Presiden Joko Widodo telah mengabulkan grasi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Pada Kamis tanggal 10 November 2016, Antasari Azhar meninggalkan LP Tangerang dengan status bebas bersyarat sejak ditahan pada Mei 2009.
Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan setelah dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran.
Antasari Azhar melalui kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017
Tags: