Badan Intelijen Negara tanggapi isu penyadapan
3 Februari 2017 02:15 WIB
ilustrasi: Terdakwa kasus dugaan penistaan agama yang juga Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama memberikan keterangan usai menjalani sidang di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/1/2017). Sidang lanjutan tersebut beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd/17)
Jakarta (ANTARA News) - Badan Intelijen Negara (BIN) menanggapi isu penyadapan yang menyeruak pasca-sidang dugaan kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1).
Pertama, dalam pernyataan saudara Basuki Tjahaja Purnama dan penasihat hukumnya pada persidangan tersebut terkait adanya informasi antara KH Maruf Amin dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tidak disebutkan secara tegas apakah dalam komunikasi verbal secara langsung ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
Demikian seperti ditulis BIN melalui Deputi VI Sundawan Salya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjut Sundawan, informasi yang disampaikan oleh Ahok dan pengacaranya kepada Majelis Hakim merupakan tanggung jawab yang membuat pernyataan.
Selanjutnya, Ahok juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada KH Maaruf Amin. Petahana dalam pilkada DKI Jakarta itu pun sudah mengklarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan adalah berita yang bersumber dari media daring liputan6.com edisi 7 Oktober 2016.
BIN mengingatkan, beradasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, BIN adalah elemen utama dalam sistem keamanan nasional untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI.
Dalam menjalankan tugas, BIN memang diberikan kewenangan untuk menyadap berdasarkan undang-undang dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
"Namun penyadapan hanya dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan dan kedaulatan NKRI, di mana hasilnya tidak dipublikasikan dan diberikan kepada pihak tertentu," lanjut Sundawan.
Terakhir, BIN menegaskan bahwa informasi tentang adanya komunikasi antara KH Maruf Amin dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan berasal dari lembaga yang kini dipimpin Jenderal Polisi Budi Gunawan tersebut.
Sebelumnya, SBY dalam konferensi pers pada Rabu (2/1) mengatakan percakapan dirinya dengan Maruf Amin atau percakapan dengan pihak mana pun disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, berarti ilegal.
"Saya berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujar dia.
Menurut SBY, sesuatu hal yang diutarakan dalam persidangan memiliki keabsahan dan kekuatan tersendiri, untuk itu dirinya meminta pengusutan atas penyadapan yang dilakukan terhadapnya.
Dia mengatakan persoalan isu penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan, pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan karena ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
SBY secara pribadi tidak meyakini dirinya disadap karena sebagai mantan presiden dirinya mendapatkan pengamanan oleh Paspampres. Pengawalan yang diperoleh meliputi pengawalan terhadap dirinya sebagai individu, kegiatan hingga kerahasiaan pembicaraannya.
(TZ.M054/N004)
Pertama, dalam pernyataan saudara Basuki Tjahaja Purnama dan penasihat hukumnya pada persidangan tersebut terkait adanya informasi antara KH Maruf Amin dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tidak disebutkan secara tegas apakah dalam komunikasi verbal secara langsung ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
Demikian seperti ditulis BIN melalui Deputi VI Sundawan Salya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjut Sundawan, informasi yang disampaikan oleh Ahok dan pengacaranya kepada Majelis Hakim merupakan tanggung jawab yang membuat pernyataan.
Selanjutnya, Ahok juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada KH Maaruf Amin. Petahana dalam pilkada DKI Jakarta itu pun sudah mengklarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan adalah berita yang bersumber dari media daring liputan6.com edisi 7 Oktober 2016.
BIN mengingatkan, beradasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, BIN adalah elemen utama dalam sistem keamanan nasional untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI.
Dalam menjalankan tugas, BIN memang diberikan kewenangan untuk menyadap berdasarkan undang-undang dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
"Namun penyadapan hanya dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan dan kedaulatan NKRI, di mana hasilnya tidak dipublikasikan dan diberikan kepada pihak tertentu," lanjut Sundawan.
Terakhir, BIN menegaskan bahwa informasi tentang adanya komunikasi antara KH Maruf Amin dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan berasal dari lembaga yang kini dipimpin Jenderal Polisi Budi Gunawan tersebut.
Sebelumnya, SBY dalam konferensi pers pada Rabu (2/1) mengatakan percakapan dirinya dengan Maruf Amin atau percakapan dengan pihak mana pun disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, berarti ilegal.
"Saya berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujar dia.
Menurut SBY, sesuatu hal yang diutarakan dalam persidangan memiliki keabsahan dan kekuatan tersendiri, untuk itu dirinya meminta pengusutan atas penyadapan yang dilakukan terhadapnya.
Dia mengatakan persoalan isu penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan, pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan karena ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
SBY secara pribadi tidak meyakini dirinya disadap karena sebagai mantan presiden dirinya mendapatkan pengamanan oleh Paspampres. Pengawalan yang diperoleh meliputi pengawalan terhadap dirinya sebagai individu, kegiatan hingga kerahasiaan pembicaraannya.
(TZ.M054/N004)
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: