Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku berencana menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Maruf Amin untuk meminta maaf secara langsung dengan mencari waktu di tengah sisa kampanye Pilkada 2017.

"Karena waktu ketemu belum ada, intinya nanti pasti ketemu, kan sudah disampaikan di media," kata Ahok usai blusukan di Ciracas, Jakarta Timur, Kamis.

Ahok mengatakan telah menyerahkan kepada tim penasihat hukumnya soal waktu pertemuan dengan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut.

Petahana Calon Gubernur DKI Jakarta tersebut menanggapi imbauan dari Yenny Wahid untuk bertemu langsung dengan Kiai Maruf.

"Kita kalau mau ketemu, ya akan silaturahmi," ungkap mantan Bupati Belitung Timur itu.

Sebelumnya, Ahok menegaskan tidak akan menempuh jalur hukum atau melaporkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin sebagai saksi di persidangan Selasa (31/1).

Saat persidangan, pertanyaan Ahok yang diajukan kepada Kiai Maruf dinilai tendensius, terutama saat menanyakan kedekatan ulama tersebut dengan Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya memastikan bahwa saya tidak akan melaporkan KH Maruf Amin ke polisi, kalau pun ada saksi yang dilaporkan mereka adalah saksi pelapor, sedangkan Kyai Maruf bukan saksi pelapor," kata Ahok.

Ahok menjelaskan pertanyaan yang ia ajukan kepada Kiai Maruf merupakan proses persidangan dan dirinya sebagai terdakwa sedang mencari kebenaran atas kasus yang didakwakan.

Ia mengatakan posisi Kiai Maruf yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum bukan sebagai saksi pelapor, sama halnya dengan saksi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang tidak mungkin dilaporkan.

Dalam video yang berdurasi sekitar 3 menit 38 detik, Ahok meminta maaf kepada Kiai Maruf jika dalam persidangan ada pernyataan yang terkesan memojokkan.

"Saya mengakui beliau juga sesepuh NU dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus, tokoh-tokoh yang saya hormati dan panuti," ungkap Ahok.

Terkait adanya informasi percakapan telepon antara Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Oktober 2016, ia menyerahkan sepenuhnya kepada tim penasihat hukum.

"Saya hanya disodorkan berita tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Maruf, selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada penasihat hukum saya," katanya.