Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan pemerintah tidak melakukan penyadapan telepon terhadap Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam kaitannya dengan persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

"Pemerintah kita jamin tidak akan mau melakukan intervensi seperti penyadapan yang dibicarakan masyarakat itu," kata Yasonna di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri tentang Hukum dan Keamanan antara Indonesia dan Australia yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis.

Menurut Menkumham, tuduhan penyadapan yang diungkapkan oleh SBY perlu diklarifikasi oleh tim kuasa hukum Ahok karena wewenang melakukan penyadapan hanya dibenarkan dalam penyelidikan kasus hukum oleh kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya kira pengacaranya perlu ditanya, kan justru diberitakan di media sebelumnya mungkin itu yang dikutip pengacaranya (kemudian dijadikan bukti)," kata Yasonna.

Dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok pada Selasa (31/1), tim kuasa hukum Ahok menyebut memiliki bukti percakapan antara SBY dengan Ketua Umum MUI yang juga Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin.

Percakapan tersebut diantaranya membahas tentang rencana pertemuan dengan Ma'ruf Amin dengan putra pertama SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, yang kini menjadi pesaing Ahok dalam Pilkada DKI 2017 serta permintaan SBY agar MUI membuatkan fatwa atas kasus penodaan agama yang dilakukan Ahok.

(Baca: Din Syamsuddin: Ahok dan pengacara perlu klarifikasi tuduhan ke MUI)

SBY dalam konferensi pers pada Rabu (2/1) mengatakan percakapan dirinya dengan Ma'ruf Amin atau percakapan dengan pihak mana pun disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, berarti ilegal.

"Saya berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujarnya. (Baca juga: SBY minta penyadapan terhadap dirinya diusut tuntas)