Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berkerjasama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dengan meningkatkan kapasitas regulator, pengawas bidang keuangan, dan penegak hukum dari sembilan negara ASEAN plus Mongolia. "Ibarat sebuah ekosistem, bilamana satu negara lemah dalam menerapkan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang maka tatanan negara yang telah baik penerapannya akan rusak. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara satu negara dengan negara lainnya," kata Kepala PPATK, Yunus Huseain, dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin. Pada kesempatan itu, dua pihak menyelenggarakan workshops "Capacity Enhancement Programm Train the Trainers" yang berlangsung di Jakarta 30 April hingga 4 Mei 2007 yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman pada pentingnya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sekaligus pencegahan pendanaan terorisme. Acara yang didukung oleh ASEAN dan Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) itu juga bertujuan untuk memberantas tindak pidana pencucian uang yang melampaui batas-batas negara atau "transnational organized crime". Pada kesempatan yang sama, pejabat Bank Dunia, William Wallace, mengatakan bahwa untuk penguatan anti pencucian uang atau pencegahan pendanaan terorisme diperlukan berbagai pendekatan, antara lain dengan meningkatkan transparansi keuangan, efisiensi dan penguatan pencegahan korupsi, dan menguatkan skema penipuan di bidang keuangan. Selain itu, ia mengemukakan, dapat pula dilakukan dengan menekan pertumbuhan ekonomi yang tidak sehat dan menghindarkan pajak. "Dalam workshop ini, para trainer dibekali dengan pengetahuan, mencegah, dan memberantas tindak pidana pencucian uang, membangun finansial intelligence unit yang efektif dan pengetahuan lainnya secara komprehensif," kata William. Anti pencucian uang diperkenalkan oleh PBB sejak 1988 dengan disahkannya Konvensi Wina tentang perdagangan gelap Narkotika dan psikotropika. (*)