Kuala Lumpur/New Delhi (ANTARA News) - Asia mengincar kenaikan angka kunjungan wisatawan dan berniat mengalihkan negara tujuan kuliah setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluarkan larangan keimigrasian.

Trump pada Jumat mengeluarkan perintah kepada pihak berwenang Amerika Serikat untuk selama 120 hari menghentikan kedatangan pengungsi ke negaranya. Ia juga memerintahkan program penerimaan pengungsi dari Suriah dihentikan untuk waktu yang tidak ditetapkan serta larangan selama 90 hari bagi warga negara Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman memasuki Amerika Serikat, lapor Reuters.

Di Malaysia, negara mayoritas berpenduduk Muslim, kepala perusahaan penerbangan murah terbesar di Asia, AirAsia, melihat kemungkinan 10 negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) akan mendapat keuntungan dari dampak kebijakan keimigrasian Trump.

"Dengan dunia yang saat ini lebih terisolasi, sekarang saatnya bagi ASEAN untuk memberi lebih banyak kemudahan bagi wisatawan untuk datang," kata Kepala AirAsia, Tony Fernandes dalam cuitannya, Selasa.

Malaysia merupakan salah satu tujuan wisata populer bagi para wisatawan dari Timur Tengah. Selama 2016, hampir 200.000 orang datang dari berbagai negara di kawasan tersebut, termasuk Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Irak dan Qatar.

Malaysia juga menjadi tujuan wisata utama untuk keperluan perawatan medis dan pariwisata halal. Banyak makanan dan produk-produk negara tersebut bersertifikat halal.

Di Thailand, sejumlah pejabat bidang pariwisata mengatakan larangan imigrasi AS itu bisa meningkatkan jumlah wisatawan.

"Timur Tengah adalah pasar potensial bagi kami, terutama pada sektor pariwisata medis. Mereka mungkin akan lebih memilih berkunjung ke Thailand," kata Otoritas Parwisata pada Kantor Gubernur Yuthasak Supasorn kepada Reuters.

Sejumlah lembaga pendidikan telah memperlihatkan kecenderungan mendapat keuntungan dari kebijakan imigrasi kontroversial Trump.

Ajay Mital, direktur International Placewell Consultants in New Delhi, yang menempatkan mahasiswa-mahasiswa India di berbagai universitas luar negeri, mengatakan Jerman dan Singapura telah meningkatkan upaya merekrut mahasiswa.

Calon-calon mahasiswa menunjukkan kekhawatiran bahwa, walaupun bisa berkuliah di Amerika Serikat, mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan setelah selesai studi karena pemerintahan yang baru mengatakan aturan visa kerja akan diperketat.

"Trump menimbulkan kepanikan di sini," kata Mital. "Terutama menyangkut rencana untuk meninjau kembali Pelatihan Kerja Pilihan (Optional Practical Training-OPT), program yang memberi kesempatan bagi para warga asing lulusan perguruan tinggi (AS) dalam bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan, teknologi, teknik atau matematik mendapatkan hak mencari pekerjaan di AS hingga 36 bulan. Besok, bisa saja dia (Trump, red) menghentikan program OPT."
(Uu.T008)