Semarang (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menegaskan kasus kekerasan yang terjadi di dalam kampus tetap masuk dalam ranah pidana yang ditangani kepolisian.

"Meski ada surat (pernyataan, red.) tidak akan menuntut, kalau di dalamnya memang terjadi kekerasan urusannya sudah pidana. Kami serahkan kepada polisi," katanya di Semarang, Jumat.

Penegasan itu disampaikannya menanggapi kasus kekerasan saat kegiatan pendidikan dasar mahasiswa pecinta alam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, yang mengakibatkan tiga mahasiswanya tewas.

Sebelum mengikuti kegiatan pendidikan dasar, setiap peserta membuat surat pernyataan bermaterai yang intinya, salah satunya pihak keluarga tidak menuntut apabila ada kerugian secara fisik atau jiwa.

Usai menyampaikan kuliah umum menyambut Dies Natalis Ke-52 Universitas Negeri Semarang (Unnes), Nasir menegaskan kasus kekerasan itu sudah diserahkan kepada kepolisian untuk ditindak lanjuti.

"Kami tidak ingin mengintervensi itu. Sudah kami serahkan kepada pihak berwajib, polisi untuk menindak lanjuti. Jangan sampai ada lagi kekerasan di dalam kampus," katanya.

Ia menegaskan sudah menyampaikan penegasannya kepada seluruh rektor, baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) agar tidak ada lagi kekerasan dalam kampus.

"Bukan imbauan lagi. Peraturan menterinya juga sudah ada. Saya wajibkan semua rektor PTN dan PTS bahwa masalah kekerasan dalam kampus harus dihindari. Jangan sampai ada kekerasan," pungkasnya.

Kasus kekerasan dalam dunia pendidikan kembali terjadi, kali ini saat kegiatan Diksar Mapala UII Yogyakarta yang berlangsung di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah, 13-20 Januari 2017.

Akibatnya, tiga mahasiswa UII Yogyakarta peserta kegiatan diksar mapala bertajuk "Great Camping" tersebut tewas, yakni Muhammad Fadli (19), Syaits Asyam (19), dan Nurfadmi Listia Adi (20).