Jakarta (ANTARA News) - Pola rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi yang diatur Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi harus diubah dengan membuat proses pengajuan calon hakim setransparan mungkin, kata anggota Komisi III DPR Nasir Djamil.

"Menurut saya ke depan perubahan UU MK dilakukan terutama rekrutmen hakim-hakim MK dari tiga institusi DPR, MA dan Presiden," kata Nasir di Jakarta, Kamis, menyusul ditangkapnya seorang pejabat lembaga penegak hukum oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan hari ini.

Dia menilai revisi itu dilakukan untuk menghadirkan hakim-hakim MK yang berintegritas sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi.

Menurut dia, masalah transparansi rekrutmen hakim-hakim MK juga perlu ditingkatkan karena sejauh ini, pola rekrutmen dan identitas calon hakim MK kurang transparan.

"DPR dan Pemerintah harus mengambil inisiatif ini sehingga ke depan integritas hakim MK benar-benar sudah teruji sehingga tidak lagi ada kasus-kasus seperti ini," kata Nasir.

Politisi PKS itu menilai partisipasi publik dalam memilih para calon hakim MK sangat diperlukan karena institusi negara yang melibatkan peran publik hanya DPR.

Menurut dia, publik perlu tahu calon-calon hakim yang akan bertugas di lembaga yudikatif, terlebih syarat calon hakim MK tergolong berat dan tidak dimiliki pejabat-pejabat lain, yaitu harus negarawan.

"Selama ini yang transparan melibatkan partisipasi publik itu DPR. MA tidak ada yang tahu, tiba-tiba ada calon hakim MK dari MA ditempatkan di MK," kata Nasir.

Nasir menyesalkan kejadian tertangkapnya Hakim MK oleh KPK terulang kembali sehingga peristiwa itu menimbulkan luka pada bangsa Indonesia. Dia menilai hakim MK seharusnya negarawan dan selalu menjaga integritas.

KPK membenarkan ada OTT di Jakarta terkait dengan lembaga penegak hukum.

"Ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini terkait dengan lembaga penegak hukum. Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan pada hari ini," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.