akarta, 25/1 (Antara) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI menyoroti sejumlah isu krusial pada RUU Pemilu yang segera dibahas oleh DPR RI dan Pemerintah.

"Paling tidak ada tujuh isu krusial yang perlu dibahas secara cermat untuk menghasilkan pemilu yang demokratis dan lebih berkualitas," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaeni pada diskusi "Pemilu dan Pengokohan Demokrasi" yang diselenggarakan Fraksi PKS di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Jazuli, Fraksi PKS akan menyampaikan sikap dan usulan terhadap ketujuh isu krusial tersebut untuk menghasilkan UU Pemilu yang berkualitas.

Ketujuh isu krusial tersebut meliputi, pertama, pemilu adalah manifestasi kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin secara demokratis sehingga rakyat berhak menentukan calon pemimpin yang dipilih secara langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil (luber jurdil).

"Peran partai politik adalah menyiapkan calon-calon terbaik untuk dipilih rakyat. Dengan pemikiran tersebut maka sistem proporsional terbuka menjadi pilihan lebih demokratis," kata Jazuli.

Kedua, ambang batas keberadaan partai politik di parlemen atau "parliamentary threshold" tetap diperlukan, tapi tidak terlalu tinggi agar semaksimal mungkin suara rakyat tidak hangus.

Di sisi lain, kata dia, penyederhanaan partai politik tetap dilakukan.

"Mengakomodasi dua hal tersebut, Fraksi PKS mengusulkan parliamentary threshold tetap atau 3,5 persen," katanya.

Jazuli menjelaskan, hasil Pemilu Legislatif 2014 yang kemudian menempatkan 10 partai politik di parlemen sudah cukup ideal sebagai penyederhanaan partai dalam konteks mengakomodasi aspirasi rakyat Indonesia yang majemuk.

Ketiga, metode alih suara menjadi kursi harus menjamin keadilan dan proporsionalitas suara yang diberikan rakyat dengan kursi yang diperoleh partai politik.

"Metode yang paling proporsional adalah kuota hare (kuota dengan sisa suara)," kata Jazuli.

Keempat, alokasi kursi per dapil harus menjamin derajat representasi yang kuat antara wakil rakyat dengan pemilih sehingga tidak boleh terlalu kecil.

Menurut dia, Fraksi PKS mengusulkan alokasi kursi di setiap daerah pemilihan pada kisaran tiga hingga 10 kursi.

Kelima, pelaksanaan kampanye perlu diatur standardisasinya dengan prinsip keadilan bagi setiap kontestan, terutama kampanye di media cetak dan elektronik.

Menurut Jazuli, hal ini untuk menghindari kampanye padat modal dan dimonopoli oleh elit partai politik, khususnya pengusaha dan penguasa media.

"KPU harus mengatur bahwa media kampanye hanya dibolehkan melalui Lembaga Penyiaran Publik yang difasilitasi penyelenggara pemilu," katanya.

Keenam, untuk menjamin kontrol pengawasan atas kecurangan pemilu, peran saksi parpol sangat penting, karena itu setiap parpol wajib menghadirkan saksi dan dibiayai negara.

Ketujuh, peran dan kewenangan pengawasan oleh Bawaslu dan Panwaslu juga harus diperkuat.

"Optimalisasi peran pengawasan ini sangat penting sehingga manipulasi perhitungan suara dapat cepat dicegah serta meminimalisasi praktik politik uang," katanya.