Ratusan TKI batal dideportasi akibat kebijakan Malaysia
25 Januari 2017 19:45 WIB
ilustrasi: Deportasi TKI Ilegal Sejumlah TKI ilegal di Negeri Sabah yang dideportasi pemerintah Malaysia berjalan keluar dari Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (19/5/2016) malam. TKI ilegal tersebut dideportasi ke Kabupaten Nunukan karena melanggar aturan ketenagakerjaan di Malaysia. (ANTARA FOTO/M Rusman) ()
Nunukan (ANTARA News) - Ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) batal dideportasi ke Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara akibat kebijakan baru pemerintah Malaysia menyangkut kenaikan biaya pemulangan di Pelabuhan Tawau Negeri Sabah.
Kepala Satgas Perlindungan WNI Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu Negeri Sabah, Hadi Syarifudin melalui pesan singkatnya, Rabu menyatakan, dampak kebijakan baru yang diberlakukan pemerintah Malaysia dengan menaikkan biaya tiket pemulangan TKI maka sekitar 500 orang batal dideportasi.
TKI yang dideportasi pada 2017 ini merupakan tangkapan besar-besaran aparat kepolisian dan imigrasi Negeri Sabah terhadap pekerja asing ilegal tidak dapat dipulangkan sehubungan dengan kenaikan harga tiket kapal menuju Kabupaten Nunukan.
Pemulangan (deportasi) pertama 2017 direncanakan, Selasa (24/1) sebanyak 204 orang dari Pusat Tahanan Sementara (PTS) Air Panas Tawau, namun batal karena perubahan kebijakan tersebut.
Sehubungan dengan pembatalan pemulangan itu, maka sekitar 300 orang TKI dari Pusat Tahanan Sementara Kemanis Papar dan PT Menggatal Kota Kinabalu juga batal dipulangkan ke Kabupaten Nunukan yang direncanakan Kamis (26/1).
"Kebijakan baru pemerintah Malaysia ini sekaitan dengan swastanisasi Pelabuhan Tawau yang baru yang mengharuskan TKI deportasi membayar biaya tiket sesuai dengan penumpang umum ke Kabupaten Nunukan," ujar Hadi Syarifuddin.
"Akibat pembatalan pemulangan (deportasi) pertama 2017 dari PTS Air Panas Tawau maka ratusan TKI dari Kota Kinabalu juga otomatis batal dipulangkan juga sesuai jadwal yang telah ditentukan," ungkap Kepala Satgas Perlindungan WNI KJRI Kota Kinabalu ini.
Sekaitan dengan pengelolaan Pelabuhan Tawau yang baru oleh pihak ketiga, maka tarif kapal juga dinaikkan dengan berbagai pembayaran lain yang memberatkan WNI yang memasuki maupun yang keluar dari negara itu.
Namun, kebijakan pihak ketiga tersebut khususnya harga tiket bagi TKI deportasi ditolak pemerintah Negeri Sabah, ujar dia.
Kepala Satgas Perlindungan WNI Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu Negeri Sabah, Hadi Syarifudin melalui pesan singkatnya, Rabu menyatakan, dampak kebijakan baru yang diberlakukan pemerintah Malaysia dengan menaikkan biaya tiket pemulangan TKI maka sekitar 500 orang batal dideportasi.
TKI yang dideportasi pada 2017 ini merupakan tangkapan besar-besaran aparat kepolisian dan imigrasi Negeri Sabah terhadap pekerja asing ilegal tidak dapat dipulangkan sehubungan dengan kenaikan harga tiket kapal menuju Kabupaten Nunukan.
Pemulangan (deportasi) pertama 2017 direncanakan, Selasa (24/1) sebanyak 204 orang dari Pusat Tahanan Sementara (PTS) Air Panas Tawau, namun batal karena perubahan kebijakan tersebut.
Sehubungan dengan pembatalan pemulangan itu, maka sekitar 300 orang TKI dari Pusat Tahanan Sementara Kemanis Papar dan PT Menggatal Kota Kinabalu juga batal dipulangkan ke Kabupaten Nunukan yang direncanakan Kamis (26/1).
"Kebijakan baru pemerintah Malaysia ini sekaitan dengan swastanisasi Pelabuhan Tawau yang baru yang mengharuskan TKI deportasi membayar biaya tiket sesuai dengan penumpang umum ke Kabupaten Nunukan," ujar Hadi Syarifuddin.
"Akibat pembatalan pemulangan (deportasi) pertama 2017 dari PTS Air Panas Tawau maka ratusan TKI dari Kota Kinabalu juga otomatis batal dipulangkan juga sesuai jadwal yang telah ditentukan," ungkap Kepala Satgas Perlindungan WNI KJRI Kota Kinabalu ini.
Sekaitan dengan pengelolaan Pelabuhan Tawau yang baru oleh pihak ketiga, maka tarif kapal juga dinaikkan dengan berbagai pembayaran lain yang memberatkan WNI yang memasuki maupun yang keluar dari negara itu.
Namun, kebijakan pihak ketiga tersebut khususnya harga tiket bagi TKI deportasi ditolak pemerintah Negeri Sabah, ujar dia.
Pewarta: M Rusman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: