Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan rata-rata harga minyak mentah dunia akan naik menjadi 47 dolar AS per barel pada 2017 yang dikhawatirkan memicu penyesuaian harga bahan bakar minyak di Indonesia dan mengerek laju inflasi.

"Kenaikan harga minyak dunia akan ada dampak ke komoditas langsung dan harga secara umum," kata Gubernur BI Agus Martowardojo usai rapat koordinasi dengan pemeritah di Jakarta, Rabu.

Meskipun demikian, kenaikan tersebut belum signifikan mengingat pada akhir Desember 2016 kajian BI menyebutkan harga minyak mentah dunia akan berada di kisaran 45 dolar AS per barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut, kata Agus, menjadi salah satu sorotan Bank Indonesia sebagai komponen yang akan menaikkan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices).

Selama Januari 2017 saja, tekanan inflasi administered prices sudah meningkat karena kenaikan tarif administrasi STNK dan penyesuaian harga listrik 900 VA.

Kenaikan harga minyak mentah dunia tentu akan mendorong penyesuaian harga bahan bakar minyak sesuai harga keekonomiannya. Selain itu, BI juga mencermati dampak dari diberlakukannya BBM satu harga.

Hal yang dikhawatirkan BI adalah jika terjadi penyesuaian harga BBM, dampaknya juga merembet terhadap inflasi dari harga barang yang bergejolak (volatile food).

Padahal BI ingin menjadikan inflasi volatile food sebesar 4-5 persen dibanding 2016 yang sebesar 5,9 persen.

"Kalau ada penyesuaian BBM maka menekan volatile food," ujar dia.

Upaya menjaga inflasi volatile food untuk mengkompensasi potensi kenaikan inflasi administered prices sehingga laju inflasi nasional diharapkan tetap berada di rentang empat persen plus minus satu persen sesuai target BI.

Sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 45 dolar AS per barel.