Jakarta (ANTARA News) - Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax (MIAH), Septiaji Eko, mengajak masyarakat menggunakan media sosial untuk hal-hal positif yang bersifat sinergis dan edukatif, bukan sebaliknya untuk memecah belah melalui penyebaran informasi bohong, kabar bohong, atau berita bohong (hoax).

"Sekarang hoax sudah menyebar dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan banyak keluarga tak harmonis, perkawanan putus, dan terjadi kerusuhan di berbagai daerah akibat termakan berita hoax," kata dia, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan pemerintah harus berani menekan penyedia media sosial, di antaranya facebook, google, twitter, dan instagram untuk serius menangani konten menyesatkan.

"Seperti di Jerman, sudah ada RUU untuk mendenda berita hoax di media sosial dengan ancaman denda Rp7 miliar," kata dia.

Menurut dia, hoax menyebar karena banyaknya akun anonim. Mengingat sebagian besar akses internet melalui telepon pintar, menurut Eko, pemerintah dalam hal ini Kominfo minimal bisa meminta dan memberikan ketegasan kepada operator agar tidak menjual kartu perdana tanpa identitas yang jelas.

"Saat ini sudah ada mekanismenya, tapi kenyataanya masih ada yang bisa mendapatkan kartu perdana tanpa memberikan identitas. Ini masalah awal yang harus ditangani pemerintah," kata Eko.

MIAH berupaya menyadarkan masyarakat agar menggunakan medsos secara bijak dan positif serta mengajak masyarakat untuk memahami bahaya penyebaran hoax dari sisi hukum, agama, kesusilaan, dan kesopanan.

"Gerakan kami lebih banyak literasi, membaca, dan menulis di media sosial supaya masyarakat tidak main share, bisa memilah mana berita benar dan mana yang tidak. Kalau bisa masyarakat bisa mengambil informasi dari berita itu untuk membuat tulisan lagi yang menginspirasi," katanya.

Ia berharap MIAH bisa bersinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama untuk memasukkan materi ajar yang mengajarkan cara bermedia sosial secara positif dan menghindari hoax melalui kurikulum pendidikan.


Dulu ada Pelajaran Budi Pekerti bagi siswa SD hingga tingkat sesudahnya.

"Kedua kementerian itu kami rangkul karena memiliki jaringan ke sekolah dan madrasah, dan mungkin jaringan ke pendakwah besar. Kami juga mencoba kolaborasi dengan komunitas NU, Muhammadiyah, dan komunitas hobi untuk sama-sama menyuarakan isu ini," kata dia.