Pengamat: keIndonesiaan tidak lepas dari Islam inklusif
24 Januari 2017 19:50 WIB
Menjelang Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Petugas membersihkan pelataran Monumen Pancasila Sakti, di Jakarta Timur, Senin (26/9/2016). Menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober berbagai persiapan di area monumen Pancasila Sakti mulai dilakukan untuk pelaksanaan upacara mengenang korban peristiwa G30S/PKI kepada tujuh Pahlawan Revolusi. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Boni Hargens mengatakan Islam inklusif turut menjadi ruh pembentuk bangsa Indonesia jauh sebelum sumpah pemuda digaungkan.
"Ke-Indonesia-an tidak lepas dari ke-Islam-an dan Islam merupakan ruh pembentuk bangsa Indonesia jauh sebelum sumpah pemuda 1928. Tapi Islam yang mana, yaitu Islam yang inklusif, yang toleran," ujar Boni dalam Diskusi Nasional bertema Merawat Keindonesiaan yang diselenggarakan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta, Selasa.
Boni mengulas, begitu Indonesia merdeka tahun 1945, muncul gagasan pembentukan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang mengubah Pancasila.
Namun, saat itu kelompok Islam lah yang justru berupaya mempertahankan rumusan-rumusan Pancasila asli.
Belakangan, kata Boni, muncul kekacauan yang disebabkan kelompok garis keras dan radikal yang ingin menghancurkan ke-Indonesia-an dengan mengambil momentum dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut dia, kelompok itu menjadikan Ahok sebagai kuda troya dalam upaya pembentukan NKRI syariah.
"Kalau ada yang mau mengembalikkan rumusan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, mau membentuk NKRI syariah, berarti dia tidak tahu sejarah. Perlu dipahami bahwa pelaku kekacauan akhir-akhir ini bukan lah kelompok Islam, tetapi kelompok garis keras," ujar Boni.
Boni berharap kelompok garis keras yang ingin membangun NKRI syariah dapat menjelaskan konsep Pancasila dan NKRI yang diperjuangkannya.
Sebab, kata dia, jika kelompok itu ternyata memiliki konsep yang berbeda dengan Pancasila yang telah dilahirkan pendiri bangsa, maka kelompok itu patut dipandang menjadi musuh bersama bangsa Indonesia.
"Ke-Indonesia-an tidak lepas dari ke-Islam-an dan Islam merupakan ruh pembentuk bangsa Indonesia jauh sebelum sumpah pemuda 1928. Tapi Islam yang mana, yaitu Islam yang inklusif, yang toleran," ujar Boni dalam Diskusi Nasional bertema Merawat Keindonesiaan yang diselenggarakan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta, Selasa.
Boni mengulas, begitu Indonesia merdeka tahun 1945, muncul gagasan pembentukan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang mengubah Pancasila.
Namun, saat itu kelompok Islam lah yang justru berupaya mempertahankan rumusan-rumusan Pancasila asli.
Belakangan, kata Boni, muncul kekacauan yang disebabkan kelompok garis keras dan radikal yang ingin menghancurkan ke-Indonesia-an dengan mengambil momentum dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut dia, kelompok itu menjadikan Ahok sebagai kuda troya dalam upaya pembentukan NKRI syariah.
"Kalau ada yang mau mengembalikkan rumusan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, mau membentuk NKRI syariah, berarti dia tidak tahu sejarah. Perlu dipahami bahwa pelaku kekacauan akhir-akhir ini bukan lah kelompok Islam, tetapi kelompok garis keras," ujar Boni.
Boni berharap kelompok garis keras yang ingin membangun NKRI syariah dapat menjelaskan konsep Pancasila dan NKRI yang diperjuangkannya.
Sebab, kata dia, jika kelompok itu ternyata memiliki konsep yang berbeda dengan Pancasila yang telah dilahirkan pendiri bangsa, maka kelompok itu patut dipandang menjadi musuh bersama bangsa Indonesia.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017
Tags: