Kepala Staf Kepresidenan kunjungi Unma Banten
24 Januari 2017 19:48 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki (kiri) menerima cinderamatan dari Rektor UNMA Banten Prof. Bambang Pranowo (tengah) usai seminar bertema “Merajut demokrasi, menangkal intoleransi†di Pandeglang, Banten, 21 Januari 2017. (Istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki baru-baru ini mengunjungi Univerisitas Mathlaul Anwar (UNMA) di Pandeglang, Banten serta menjadi salah satu pembicara pada seminar bertema "Merajut demokrasi, menangkal intoleransi" yang diselenggarakan di perguruan tinggi itu.
Dekan Fakultas Agama UNMA Banten Drs H Mohammad Zen MM, Selasa kepada pers di Jakarta mengemukakan, segenap civitas akademika UNMA Banten mengapresiasi kedatangan Kepala Staf Kepresidenan ke universitas swasta yang berlokasi di Cikaliung Pandeglang, Banten itu.
Menurut Zen, Teten juga mengapresiasi UNMA yang peduli terhadap dinamika dan tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dicerminkan dengan pelaksanaan seminar tentang demokrasi dan toleransi di perguruan tinggi itu.
Kepala Staf Kepresidenan lebih lanjut menyarankan UNMA yang memiliki 10 fakultas itu agar memperbanyak pendidikan vokasional yang mengarahkan pada penguasaan kemahiran atau keterampilan tertentu agar perguruan tinggi itu mampu memproduksi SDM siap kerja.
Khusus terkait seminar bertema "Merajut demokrasi, menangkal intoleransi" yang dilaksanakan pada 21 Januari 2017, Teten antara lain mengemukakan perlunya umat Islam Indonesia untuk tidak menutup diri, tetapi bersikap terbuka terhadap perubahan.
"Umat Islam Indonesia adalah kelas menengah sosial yang sejatinya bisa mendorong perubahan ke arah yang lebih baik, selain bisa banyak berperan mengisi pembangunan dan mendorong perbaikan kondisi sosial yang kini sedang menghangat," kata Teten seperti dikutip Zen.
Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, lanjutnya, bahkan bisa menjadi "pemimpin" dunia.
Orang-orang Indonesia harus banyak berkiprah di dunia internasional, seperti warga negara India yang bisa menduduki banyak lembaga dunia, terutama karena kemampuannya dalam berbahasa Inggris.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, Indonesia sudah sepakat memilih jalan demokrasi. Namun demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.
Tantangan dimaksud di antaranya terkait dengan stabilitas politik dan persatuan nasional, korupsi dan politik transaksional, radikalisme dan tantangan terorisme, penegakan hukum, geopolitik, dan media sosial.
Sementara itu Rektor UNMA Prof Bambang Pranowo menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Demokrasi dalam Islam adalah syuro atau musyawarah.
Oleh sebab itu tidak aneh jika para tokoh Islam pendiri republik ini, menurut dia banyak berperan dalam meletakkan dasar-dasar demokrasi di Indonesia.
Prof Bambang juga menegaskan, membangun demokrasi yang kuat memerlukan hadirnya civil society yang kuat, militer yang profesional, dan adanya tertib hukum.
Sementara itu pengamat politik dan dosen UNMA Banten Dr Ali Nurdin yang juga tampil selaku panelis, mengatakan bahwa demokrasi dan toleransi sudah tumbuh sejak lama di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok.
Ali Nurdin menyebut contoh demokrasi dan toleransi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Pulau Adonara Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, menurut dia, Muslim dan pemeluk agama lainnya sejak dulu sampai sekarang hidup berdampingan secara damai.
Dekan Fakultas Agama UNMA Banten Drs H Mohammad Zen MM, Selasa kepada pers di Jakarta mengemukakan, segenap civitas akademika UNMA Banten mengapresiasi kedatangan Kepala Staf Kepresidenan ke universitas swasta yang berlokasi di Cikaliung Pandeglang, Banten itu.
Menurut Zen, Teten juga mengapresiasi UNMA yang peduli terhadap dinamika dan tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dicerminkan dengan pelaksanaan seminar tentang demokrasi dan toleransi di perguruan tinggi itu.
Kepala Staf Kepresidenan lebih lanjut menyarankan UNMA yang memiliki 10 fakultas itu agar memperbanyak pendidikan vokasional yang mengarahkan pada penguasaan kemahiran atau keterampilan tertentu agar perguruan tinggi itu mampu memproduksi SDM siap kerja.
Khusus terkait seminar bertema "Merajut demokrasi, menangkal intoleransi" yang dilaksanakan pada 21 Januari 2017, Teten antara lain mengemukakan perlunya umat Islam Indonesia untuk tidak menutup diri, tetapi bersikap terbuka terhadap perubahan.
"Umat Islam Indonesia adalah kelas menengah sosial yang sejatinya bisa mendorong perubahan ke arah yang lebih baik, selain bisa banyak berperan mengisi pembangunan dan mendorong perbaikan kondisi sosial yang kini sedang menghangat," kata Teten seperti dikutip Zen.
Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, lanjutnya, bahkan bisa menjadi "pemimpin" dunia.
Orang-orang Indonesia harus banyak berkiprah di dunia internasional, seperti warga negara India yang bisa menduduki banyak lembaga dunia, terutama karena kemampuannya dalam berbahasa Inggris.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, Indonesia sudah sepakat memilih jalan demokrasi. Namun demokrasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.
Tantangan dimaksud di antaranya terkait dengan stabilitas politik dan persatuan nasional, korupsi dan politik transaksional, radikalisme dan tantangan terorisme, penegakan hukum, geopolitik, dan media sosial.
Sementara itu Rektor UNMA Prof Bambang Pranowo menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Demokrasi dalam Islam adalah syuro atau musyawarah.
Oleh sebab itu tidak aneh jika para tokoh Islam pendiri republik ini, menurut dia banyak berperan dalam meletakkan dasar-dasar demokrasi di Indonesia.
Prof Bambang juga menegaskan, membangun demokrasi yang kuat memerlukan hadirnya civil society yang kuat, militer yang profesional, dan adanya tertib hukum.
Sementara itu pengamat politik dan dosen UNMA Banten Dr Ali Nurdin yang juga tampil selaku panelis, mengatakan bahwa demokrasi dan toleransi sudah tumbuh sejak lama di Indonesia, bahkan sampai ke pelosok.
Ali Nurdin menyebut contoh demokrasi dan toleransi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Pulau Adonara Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, menurut dia, Muslim dan pemeluk agama lainnya sejak dulu sampai sekarang hidup berdampingan secara damai.
Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: