Yerusalem/Washington (ANTARA News) - Selama kampanye Pemilihan Presiden lalu, tim Donald Trump kerap berbicara tentang pemindahan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun sejak naik berkuasa, isu yang banyak diperdebatkan itu telah menjadi lebih bernuansa dan malah dipinggirkan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan sebelum pembicaraan telepon pasca-pelantikan antara Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akhir pekan lalu, dan kemudian diperkuat dalam keterangan pers di Gedung Putih, Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer menepis kemungkinan pindah cepatnya lokasi kedubes ke Yerusalem yang diyakini banyak kalangan bakal memicu kemarahan dunia Arab.

"Kami bahkan baru pada tahap awal sekali membicarakan masalah ini. Tidak ada keputusan apa-apa," tulis Spicer dalam email, Minggu waktu setempat.

Beberapa media massa dan kelompok pro-pendudukan Israel menanggapi hal itu sebagai isyarat positif. Mereka menafsirkan kalimat dari Gedung Putih pimpinan Trump itu sebagai isyarat bahwa pembicaraan mengenai pemindahan kedubes itu telah dimulai, kendati mengakui langkah itu bisa merusak stabilitas di Timur Tengah.

Namun para pejabat Israel menyatakan masalah itu hampir tidak dibicarakan dalam perbincangan 30 menit antara Trump dan Netanyahu. Para diplomat menilai agenda itu berusaha ditutup dulu, paling tidak untuk saat ini.

"Kedengarannya seperti jalan ke belakang," kata seorang pejabat Israel dalam pesan teks usai pernyataan Spicer mengenai wacana pemindahan kedubes AS itu.

Diplomat lainnya mengatakan bahwa selama pembicaraan via telepon itu, Netanyahu tidak berusaha menagih janji dari Trump menyangkut relokasi kedubes AS itu atau kerangka waktu untuk relokasi tersebut.

Bekas juru bicara kementerian luar negeri Israel Yigal Palmor menganggap kalimat "tidak sekarang" yang disampikan Spicer itu adalah istilah lama dalam diplomasi. "Makna sebenarnya adalah 'Jangan hubungi kami, kamilah yang menghubungi kalian," kata Yigal Palmor via Twitter.

Ketika Reuters berusaha mengonfirmasi hal ini, juru bicara pemerintahan PM Netanyahu menolak memberikan komentar.

Tak ada kedubes di Yerusalem

Kendati perdana menteri Israel tidak terlihat menentang rencana AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem yang dianggap Israel ibukota abadi dan tak terpisahkannya serta ingin semua kedutaan besar asing berada di kota ini, di Israel sendiri ada kekhawatiran bahwa pemindahan kedubes ke Yerusalem dapat merusak stabilisasi.

Saat ini tidak ada satu pun negara yang kedutaan besarnya di Yerusalem, kata kementerian luar negeri Israel. Kosta Rika dan El Salvador memang pernah selama beberapa tahun menempatkan kedubesnya di Yerusalem, tapi mereka telah pindah ke Tel Aviv.

Alasannya adalah status final Yerusalem mesti ditentukan lewat negosiasi langsung antara Israel dan Palestina yang menginginkan Negara Palestina beribukota di Yerusalem timur.

Jika AS memindahkan kedubesnya ke sana, maka secara eksplisit negara itu mengakui bahwa Yerusalem milik Israel, mementahkan hasil negosiasi-negosiasi sebelumnya dan tidak lagi netral dalam proses perdamaian di mana AS sendiri adalah aktor yang memegang peran sangat penting.

Trump menyatakan bahwa menantunya, Jared Kushner, akan menjadi penengah perdamaian Israel dan Palestina. Untuk mengerjakan tugas ini, Kushner dan AS harus terlihat independen dan hati-hati. Bagi Palestina, memindahkan kedutaan besar sama artinya dengan telah melanggar batas.

Yordania dan Mesir, negara-negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel, telah mengingatkan langkah pemindahan kedubes AS itu. Begitu pula, mantan presiden Barack Obama dan mantan menteri luar negeri John Kerry yang keduanya menyebut langkah itu akan menciptakan ledakan konflik di Timur Tengah.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menggelar pembicaraan dengan Raja Abdullah dari Yordania di Amman, Minggu pekan lalu.

Para pejabat Palestina menyatakan bahwa sang raja yang menjadi pelindung tempat suci Islam di Yerusalem, mengutarakan keprihatinannya menyangkut isu pemindahan kedubes AS itu. Abbas dan sang raja bersepakat bahwa akan ada daftar langkah yang harus ditempuh jika kedutaan besar dipindahkan.

Belum jelas benar langkah-langkah apa yang akan diambil Yordania, tetapi menutup kedutaan besarnya di Israel, menghentikan kerjasama keamanan atau menangguhkan kesepakatan damai 1994, adalah kemungkinan-kemungkinan langkah yang akan diambil Yordania jika AS memindahkan kedubesnya ke Yerusalem.

Yordania juga tidak mau penduduk mereka yang keturunan Palestina dan jumlahnya sangat besar itu, marah oleh langkah AS itu.

Mesir yang menandatangani kesepakatan damai dengan Israel pada 1979 dan menjalin kerja sama keamanan dengan Israel, juga berkeberatan, dengan menyebut rencana pemerintahan Trump itu sebagai "masalah yang sangat mudah memicu gejolak".

"Saya tidak ingin terbuai oleh spekulasi mengenai apa yang akan atau tidak akan terjadi, tetapi saya kira semua orang menyadari pentingnya masalah ini," kata Menteri Luar Negeri Samed Shoukry kepada korps diplomatik asing pada 4 Januari.

"Ini adalah salah satu dari masalah-masalah berstatus final yang harus diatasi kedua belah pihak. Adalah kepentingan kami semua masalah dapat diselesaikan lewat perundingan," sambung dia seperti dikutip Reuters.

Kekhawatiran lebih luas

Pertimbangan lain dari Israel adalah membina hubungan yang lebih kuat yang selama ini diam-diam dijalin dengan dunia muslim Sunni.

Netanyahu berulang kali telah berbicara soal cakrawala baru Israel dengan Arab Saudi, Turki, dan Arab Teluk. Jika AS memindahkan kedutaan besarnya, maka akan merusak hubungan Israel dengan Sunni ini.

Para pejabat Israel sendiri mengaku tidak ingin AS terburu-buru memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.

Mereka memang meyakini kedutaan besar AS harus berada di Yerusalem, dan Trump sendiri sudah menyatakan akan mewujudkan janjinya, namun keputusan itu harus dipikirkan masak-masak.

Spicer telah menyatakan bahwa Trump memiliki kekuasaan untuk memindahkan kedutaan besarmua lewat keputusan presiden. Tetapi dia berkata, "Tim beliau akan terus berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan begitu kami di sana."

Namun tetap saja pada praktiknya itu sulit. Kendati pemerintah AS memiliki beberapa gedung di Yerusalem, termasuk konsulat jenderal yang mengurusi Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem, AS tak bisa membangun begitu saja kedubes di sana.

Duta Besar AS untuk Israel David Friedman, mengaku ingin tinggal di Yerusalem di mana dia memiliki apartemen di sana. Namun memindahkan seluruh kedutaan besar dengan semua bagian perdagangan, keuangan, kebudayaan dan ekonomi dari Tel Aviv ke Yerusalem, tetap membutuhkan waktu.

Di dalam negeri sendiri, Netanyahu sering dirundung masalah. Dia sedang diselidiki pihak berwajib atas dua kasus kriminal dan dia menghadapi tuntutan yang semakin besar dari Partai Rumah Yahudi yang ultra kanan dan pro-pendudukan, dalam koalisinya.

Pernyataan dua hari lalu bahwa Israel akan membangun lagi permukiman di Yerusalem timur adalah bagian dari langkah Netanyahu memuaskan pemilih ultra kanan yang selama ini mendesak perluasan permukiman Yahudi, mumpung Trump lagi berkuasa.

sumber: Reuters