Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyampaikan evaluasi paket reformasi hukum tahap pertama yang meliputi pemberantasan pungutan liar (pungli), penyelundupan, pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan pelayanan publik berbasis elektronik.

"Saat ini presiden sudah memerintahkan kami masuk ke dalam reformasi hukum tahap dua. Tapi kami tentu ingin menyampaikan evaluasi reformasi hukum tahap 1, mana yang sudah selesai, mana yang belum, mana yang perlu dilanjutkan," kata Wiranto dalam konferensi pers setelah menghadiri rapat terbatas (ratas) lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.

Pada 11 Oktober 2016, Presiden mencanangkan paket reformasi hukum yang berisi tiga hal yaitu penataan regulasi, reformasi lembaga penegak hukum dan pembangunan budaya hukum.

"Mengenai saber pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar), ternyata sudah mendapatkan sambutan yang cukup baik dari masyarakat. Terbukti laporan yang diterima satgas pungli di pusat selama lebih kurang 2 bulan ini kira-kira 22 ribu (laporan)," kata Wiranto menambahkan.

Laporan itu diterima melalui laman internet (website), SMS maupun menghubungi pusat layanan (call center).

"Artinya masyarakat betul-betul mendukung kegiatan ini. Sebagian besar laporan itu langsung ditindaklanjuti instansi lembaga pelayanan publik yang menangani langsung," jelas Wiranto.

Dari laporan-laporan bentuk tindak lanjutnya adalah penerapan sanksi administrasi, sanksi hukum maupun tindakan lainnya.

"Ada 81 OTT (Operasi Tangkap Tangan) di berbagai instansi pemerintah, terutama yang menyangkut pelayanan publik. Itu menunjukkan betul-betul ada kesungguhan pemerintah untuk memberantas pungli yang nyata-nyata membebani masyarakat kecil, tapi tidak berarti hanya memberantas pungutan liar karena semuanya disapu baik yang kecil dan besar, namanya juga sapu bersih," tambah Wiranto.

Salah satunya adalah OTT lima pegawai Kementerian Perhubungan pada 11 Oktober 2016 karena diduga terlibat tindakan pungli pengurusan izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Presiden bahkan berkunjung ke Kemenhub sesaat pasca OTT terjadi.

Tim Saber Pungli itu, menurut Wiranto, akan terus dilanjutkan sampai pungutan liar itu benar-benar bisa diberantas.

Hal kedua, soal penyelundupan, Wiranto mengakui bahwa hal ini masih perlu didalami modus operandi dan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya.

"Kedua, soal penyelundupan masih perlu pendalaman karena kita akan mendalami modus operandinya apa, pelibatannya kepada siapa, apa yang diselundupkan, di mana titik rawan sehingga mendapatkan cara paling tepat bagaimana mengatasi dan akan dilanjutkan di ratas berikutnya," ungkap Wiranto.

Hal ketiga, mengenai pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas) ke pulau-pulau terluar Indonesia juga masih belum dapat dilaksanakan.

"Pemindahan lapas juga masuk (reformasi hukum) tahap pertama. Saat ini sedang dilakukan pendalaman yang lebih intens untuk memilih pulau-pulau terluar mana yang kira-kira tepat untuk memindahkan lapas yang kelebihan kapasitas," kata Wiranto.

Tujuannya adalah pembedaan penghuni lapas sehingga pelaku terorisme, narkotika dan tindak pidana umum lain tidak berada dalam satu sel yang sama.

"Sehingga dapat dipisahkan antara penghuni lapas yang terlibat narkotika dan terorisme dapat dipisahkan dengan penghuni lapas lain yang menyangkut pidana biasa saja karena kalau tetap tercampur seperti sekarang ini tentu ada kondisi tidak sehat dan saling mempengaruhi di antara mereka," jelas Wiranto.

Keempat soal pelayanan publik menggunakan sistem elektronik juga sudah dilakukan dalam pembayaran tilang maupun pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

"Penanganan kasus tilang sudah ada kesepakatan Kapolri, Jaksa Agung, Kementerian Keuangan dan BRI dan sudah ada pilot project sistem e-tilang di 16 Polda dan mudah-mudahan akan terus berlanjut di Polda lain, sedangkan pelayanan pembuatan SIM, STNK, BPKB online juga sudah dilaksanakan di 18 Polda sehingga pembayaran bisa lewat bank dan akan diteruskan sehingga menjadi budaya baru," jelas Wiranto.

Sistem elektronik itu pun membantu masyarakat agar tidak perlu kembali ke daerah asal saat membuat SIM, STNK, BPKB maupun SKCK.