Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah akan mengevaluasi sejumlah peraturan yang tidak sinkron dan dapat menciptakan multitafsir.

"Perlu ada evaluasi terhadap aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lain yang cenderung membuat urusan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan multitafsir serta justru melemahkan daya saing kita dalam kompetisi global," kata Presiden Jokowi saat pembukaan rapat terbatas (ratas) lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.

Aturan-aturan itu dinilai juga tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, katanya.

"Saya pernah menyampaikan berkali-kali bahwa negara kita adalah negara hukum, bukan negara peraturan, dan bukan negara undang-undang artinya perlu ada evaluasi atau review atas berbagai peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional kita," tambah Presiden.

Selanjutnya, kementerian dan pemerintah daerah juga diminta agar saat membuat regulasi baru tidak boleh menjadikannya sebagai proyek tahunan.

"Tapi diperhatikan betul agar aturan itu memiliki landasan yang kuat baik secara konstitusional, sosiologis maupun bersifat visioner," tambah Presiden.

Presiden meminta agar dibuat penataan basis data peraturan perudang-undangan dengan manfaatkan sistem teknologi informasi.

"Dilakukan penataan data base peraturan perudang-undangan, manfaatkan sistem teknologi informasi yang berkembang saat ini untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi atau e-regulasi," jelas Presiden.

Reformasi hukum ini juga sejalan dengan fokus pemerintah pada 2017 untuk mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan.

"Masih banyak kelompok masyarakat kita, masyarakat marjinal yang belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum untuk memperjuangkan keadilan," ungkap Presiden.

Pada Juni 2016 lalu, Menteri Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 peraturan daerah (perda) yang bermasalah.

Ribuan perda itu meliputi perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, memperpanjang jalur birokrasi, menghambat perizinan investasi dan kemudahan usaha, dan perda yang bertentangan dengan undang-undang.

Selain perda, masih ada lagi masalah dalam peraturan menteri, surat edaran, dan peraturan pemerintah.