Tata niaga cabai perlu diatur
15 Januari 2017 15:34 WIB
Ilustrasi--Buruh memetik cabai rawit merah di lapak pedagang agen Cabai, Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/1/2017). Buruh mengaku tingginya harga cabai rawit merah hingga Rp 95 ribu per kilo membuat pendapatan mereka sebagai buruh pemetik cabai menurun dari biasanya, dari 30 kilogram cabai per hari menjadi 15 kilogram cabai per hari dengan upah Rp 2 ribu per kilogram cabai. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Yogyakarta (ANTARA News) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Istimewa Yogyakarta menilai tata niaga cabai rawit merah di daerah setempat yang dinilai cukup berpengaruh terhadap tingginya harga komoditas itu di pasaran.
"Mungkin nanti perlu diatur tata niaganya. Seharusnya bisa, itu (tingginya harga cabai) kan termasuk disebabkan persoalan distribusi," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Yuna Pancawati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut Yuna, harga cabai rawit merah di pasaran Yogyakarta seharusnya tidak setinggi di provinsi lain sebab produksi cabai di DIY cukup tinggi. Hanya saja tata niaga atau distribusi komoditas itu, menurut dia, akhirnya lebih banyak disalurkan ke provinsi lain daripada untuk mencukupi kebutuhan lokal.
Ia menilai tata niaga seperti itu bisa disebabkan oleh mekanisme penjualan cabai petani yang sebagian besar dilakukan melalui lelang pascapanen yang diikuti oleh gabungan kelompok petani (gapoktan) yang diselenggarakan Disperindag dengan BPD DIY sendiri.
"Yang beli kemudian itu apakah tengkulak yang menjual ke luar daerah, kami tidak tahu, karena prinsipnya siapapun boleh ikut lelang. Mungkin nanti kami bisa sosialisasi lagi saat lelang," kata dia.
Meski demikian, menurut Yuna, pengaturan tata niaga tidak dapat dilakukan sepihak di daerah karena hingga saat ini belum ada panduan dari Kementerian Perdagangan. "Dari pusat belum ada panduan soal itu," kata dia.
Untuk menekan harga cabai rawit merah di pasaran, menurut dia, Disperindag DIY hingga saat ini juga belum menginisiasi operasi pasar (OP) komoditas itu. Selain bukan merupakan komoditas pokok, menurut dia, anggaran untuk OP cabai juga belum ada. "Kalau Bulog mungkin bisa melakukan OP cabai karena ada anggarannya dan bisa kapan saja," kata dia.
Untuk saat ini, menurut dia, Disperindag DIY hanya dapat mengimbau masyarakat agar tidak memborong komoditas itu di pasaran mengingat stok yang ada cukup terbatas. Memborong cabai di pasaran, menurut dia, dapat memicu harga komoditas itu tetap tinggi di pasaran. "Jangan sampai ada panic buying dan tetap membeli sesuai dengan kebutuhan saja," kata dia.
Berdasarkan pemantauan Disperindag DIY harga cabai rawit merah di Pasar Demangan, Pasar Bringharjo, dan Pasar Kranggan Yogyakarta per 13 Januari 2017 mencapai Rp89.000 per kg, menurun dibanding hari sebelumnya yang sempat mencapai Rp 90.667 per Kg. Sejumlah jenis cabai lain juga masih stabil tinggi, seperti cabai rawit hijau masih dijual Rp 53.000 per Kg, cabai merah besar Rp 32.667 per Kg dan cabai merah keriting Rp 43.000 per Kg. "Seharusnya harga normal cabai rawit merah di kisaran Rp20.000-Rp25.000 per kg," kata dia.
"Mungkin nanti perlu diatur tata niaganya. Seharusnya bisa, itu (tingginya harga cabai) kan termasuk disebabkan persoalan distribusi," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY Yuna Pancawati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut Yuna, harga cabai rawit merah di pasaran Yogyakarta seharusnya tidak setinggi di provinsi lain sebab produksi cabai di DIY cukup tinggi. Hanya saja tata niaga atau distribusi komoditas itu, menurut dia, akhirnya lebih banyak disalurkan ke provinsi lain daripada untuk mencukupi kebutuhan lokal.
Ia menilai tata niaga seperti itu bisa disebabkan oleh mekanisme penjualan cabai petani yang sebagian besar dilakukan melalui lelang pascapanen yang diikuti oleh gabungan kelompok petani (gapoktan) yang diselenggarakan Disperindag dengan BPD DIY sendiri.
"Yang beli kemudian itu apakah tengkulak yang menjual ke luar daerah, kami tidak tahu, karena prinsipnya siapapun boleh ikut lelang. Mungkin nanti kami bisa sosialisasi lagi saat lelang," kata dia.
Meski demikian, menurut Yuna, pengaturan tata niaga tidak dapat dilakukan sepihak di daerah karena hingga saat ini belum ada panduan dari Kementerian Perdagangan. "Dari pusat belum ada panduan soal itu," kata dia.
Untuk menekan harga cabai rawit merah di pasaran, menurut dia, Disperindag DIY hingga saat ini juga belum menginisiasi operasi pasar (OP) komoditas itu. Selain bukan merupakan komoditas pokok, menurut dia, anggaran untuk OP cabai juga belum ada. "Kalau Bulog mungkin bisa melakukan OP cabai karena ada anggarannya dan bisa kapan saja," kata dia.
Untuk saat ini, menurut dia, Disperindag DIY hanya dapat mengimbau masyarakat agar tidak memborong komoditas itu di pasaran mengingat stok yang ada cukup terbatas. Memborong cabai di pasaran, menurut dia, dapat memicu harga komoditas itu tetap tinggi di pasaran. "Jangan sampai ada panic buying dan tetap membeli sesuai dengan kebutuhan saja," kata dia.
Berdasarkan pemantauan Disperindag DIY harga cabai rawit merah di Pasar Demangan, Pasar Bringharjo, dan Pasar Kranggan Yogyakarta per 13 Januari 2017 mencapai Rp89.000 per kg, menurun dibanding hari sebelumnya yang sempat mencapai Rp 90.667 per Kg. Sejumlah jenis cabai lain juga masih stabil tinggi, seperti cabai rawit hijau masih dijual Rp 53.000 per Kg, cabai merah besar Rp 32.667 per Kg dan cabai merah keriting Rp 43.000 per Kg. "Seharusnya harga normal cabai rawit merah di kisaran Rp20.000-Rp25.000 per kg," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: