Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum merencanakan untuk memeriksa dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yaitu Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya, yang diyakini bersama Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso menerima suap sebesar 28 ribu dolar Singapura.
"Tentu saja KPK saat ini cukup yakin bahwa perbuatan itu diduga dilakukan bersama-sama antara panitera dan dua orang hakim, namun kami masih menunggu proses berikutnya karena ada proses tahapan pembelaan yang bisa disampaikan oleh pihak terdakwa atau pun melalui penasihat hukumnya dan juga pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusan nanti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
KPK pun berharap hakim secara cermat memperhatikan fakta-fakta yang muncul di persidangan termasuk juga melihat secara lebih terkait dengan unsur-unsur penyertaan di dalam perkara ini.
"Memang perkara ini berbeda dengan perkara waktu kami lakukan tuntutan terhadap Rohadi (Panitera PN Jakarta Utara) yang akhirnya kami gunakan Pasal 12 huruf b pada saat itu dituntut 10 tahun kemudian akhirnya divonis tujuh tahun penjara," katanya.
Menurutnya, pendalaman tentu akan dilakukan, namun kami masih menunggu dua tahapan lagi dalam persidangan tersebut.
"Pendalaman tentu akan kami lakukan sepanjang informasi yang kami miliki cukup dan bukti yang kami miliki juga cukup kuat sesuai dengan persyaratan undang-undang yang ada," ujarnya.
Menurut KPK, terutama menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang memproses kasus ini sejak awal mulai dari dakwaan diketahui sejumlah fakta persidangan sebenarnya sudah cukup kuat.
"Namun kami harus mendengar pihak lain dan juga membaca kembali serta mempelajari kembali putusan hakim nantinya jadi memang kami perlu dua tahap lagi untuk bisa sampai pada proses berikutnya," ucap Febri.
Sebelumnya, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso dituntut 7,5 tahun penjara karena dinilai terbukti bersama-sama dengan dua hakim PN Jakpus Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya menerima suap 28 ribu dolar Singapura.
Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (11/1), juga menuntut Muhammad Santoso dihukum denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Muhammad Santoso telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Ali Fikri.
Pasal itu berdasarkan dakwaan primer pasal 12 huruf c UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa selaku bagian penegak hukum yang diberi kepercayaan sebagai panitera pengganti telah mencederai kepercayaan masyarakat Indonesia ke lembaga peradilan sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi. Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi peradilan di lingkungan Mahkamah Agung yang sedang giat-giat melakukan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan, khususnya terhadap praktik suap menyuap," tambah jaksa Ali.
Tim JPU KPK menilai bahwa Santoso bersama-sama dengan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya terbukti menerima suap seluruhnya sebesar 28 ribu dolar Singapura dari pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah dan stafnya Ahmad Yani agar memenangkan perkara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) melawan pihak penggugat PT Mitra Maju Sukses (MMS).
KPK belum rencanakan periksa hakim PN Jakarta Pusat
12 Januari 2017 20:53 WIB
Juru bicara KPK Febri Diansyah (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017
Tags: