Toulouse, Prancis (ANTARA News) - Airbus pada Rabu (11/1) menyatakan telah melampaui ekspektasi pengiriman 2016, menutup kesenjangan dengan Boeing, serta mengalahkan rival dari Amerika Serikat itu dalam hal penerimaan pesanan pesawat.

Perusahaan kedirgantaraan Eropa itu menyatakan telah mencetak rekor pengiriman 688 unit pesawat komersial, melebihi targetnya sendiri, yang naik pada November dari 650 menjadi 670.

Rekor pengiriman itu ditopang oleh lonjakan kenaikan pada akhir Desember, ketika perusahaan mengirimkan 111 pesawat.

Airbus juga membukukan total 781 pesanan bersih, mengalahkan Boeing, namun turun signifikan hampir 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencatat permintaan 1.036 pesawat.

Pekan lalu, Boeing mengonfirmasi pesanan 668 pesawat sepanjang 2016, turun 13 persen dibandingkan dengan 2015, ketika pesanan bersihnya mencapai 768 unit.

"2016 adalah tahun di mana kami berhasil tidak hanya mencapai tujuan kami namun juga melampaui mereka," kata pemimpin eksekutif Airbus, Fabrice Bregier, sebagaimana dikutip kantor berita AFP.

Ini adalah tahun ke-14 beruntun perusahaan mencetak rekor pengiriman.

Meski masih di belakang Boeing, yang pengiriman turun sedikit menjadi 748 pada 2016, grup Eropa itu mampu menutup kesenjangan.

Data pengiriman itu menarik perhatian analis dan investor karena pada tahap itu perusahaan menerima banyak pembayaran.


Masalah rantai pasok

"2016, khususnya enam bulan pertama, sulit...karena kami menghadapi lebih banyak kesulitan (dalam produksi) dari perkiraan," kata Bregier, merujuk pada sumbatan rantai pasok pesawat A350.

Namun perusahaan hampir mencapai target pengiriman pesawatnya, sudah menyerahkan 49 dari 50 pengiriman yang direncanakan, dan dua lagi sudah diajukan untuk uji terbang.

Perusahaan juga sudah mengiriman 545 pesawat penumpang lorong tunggal A320, 66 pesawat A330 dan 28 pesawat A380 double-decker superjumbo.

Pada Juli, Airbus menyatakan akan memangkas tingkat produksi A380 menjadi satu dalam sebulan mulai tahun 2018 karena permintaan menurun.

Pada 2015, perusahaan menyerahterimakan 27 pesawat namun tahun depan hanya menyasar pengiriman 12 pesawat.

Grup itu menghadapi perlambatan permintaan untuk pesawat penumpang jarak jauh, sebagian karena penurunan harga bahan bakar berdampak pada perbaruan armada yang menua, juga karena penurunan permintaan pesawat dari Teluk. (mu)