San Francisco (ANTARA News) - Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa siput pembawa parasit dapat melakukan perjalanan jarak jauh hingga 44 kilometer dan menyebarkan penyakit mematikan sepanjang jalan.

Dipimpin seorang peneliti dari University of California (UC), Berkeley, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Neglected Tropical Diseases tersebut menjadi yang pertama menemukan bukti genetik siput yang melakukan perjalanan jauh dan menyebarkan penyakit serius.

"Kami tidak berpikir siput sebagai hewan yang sangat mobile. Namun, bukti genetik menemukan bahwa siput dapat melintasi jarak yang jauh adalah pengingat betapa sulitnya mengendalikan penyakit menular yang dibawa oleh hewan dan serangga," kata Justin Remais, seorang profesor ilmu kesehatan lingkungan di UC Berkeley.

Misalnya, siput air tawar mengirimkan schistosomiasis, penyakit parasit yang mempengaruhi lebih dari 240 juta orang di seluruh dunia.

Setiap siput dapat mencemari air yang digunakan masyarakat untuk berenang atau mencuci, sehingga penyebaran penyakit dapat terjadi seiring dengan pergerakan siput dari satu daerah ke daerah lain, yang sebelumnya dinyatakan sehat.

Oleh karena itu, memahami bagaimana siput bergerak dan menyebarkan penyakit sangat penting untuk membatasi penyebarannya.

Terkait penelitian ini, peneliti melakukan perjalanan ke desa-desa di Provinsi Sichuan, China barat daya, mengumpulkan dan menganalisa susunan genetik ratusan siput yang membawa parasit.

Mereka mengumpulkan siput dari habitat alami mereka di sepanjang saluran air di sawah dan bidang pertanian lainnya, kemudian menganalisis genetik dari siput tersebut di laboratorium milik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China dan Justus Liebig University di Giessen, Jerman.

Penelitian genetik tersebut menyatakan, seperempat dari siput dalam penelitian ini telah bermigrasi dari lokasi lain baik dengan cara bergerak sendiri maupun dengan bantuan tangan makhluk hidup, seperti terangkut dalam produk pertanian, terbawa burung atau hewan lainnya.

Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa modifikasi manusia pada tanah dapat menentukan kemana siput bergerak. Gerakan itu paling mungkin terjadi di tanah yang telah dikembangkan untuk pertanian, dan daerah dengan jaringan irigasi yang luas yang paling mungkin untuk menerima dan mempertahankan siput bermigrasi.

"Perubahan lingkungan kita dapat memfasilitasi atau membatasi penyebaran vektor, sehingga kita membutuhkan penelitian yang dapat membantu kita memahami konsekuensi dari aktivitas manusia terhadap penyebaran penyakit," kata UC Berkeley dalam keterangan tertulis, seperti diberitakan Xinhua.