Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap komplotan pemeras yang dalam operasinya selalu mengatasnamakan pejabat negara. Tujuh anggota komplotan pemeras itu ditangkap di perumahan Maharaja, Depok, dan dibawa ke Kantor KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Kamis. Saat ini, ketujuh anggota komplotan yang masih berusia belia, sekitar 20-an tahun itu, masih dimintai keterangan di Gedung KPK. Jurubicara KPK, Johan Budi SP, menjelaskan bahwa KPK mendapatkan laporan soal adanya pemerasan yang dilakukan oleh pejabat negara dari dua ekspatriat berkebangsaan Inggris yang pernah bertamu ke Wakil Presiden. Kepada ekspatriat tersebut, komplotan tersebut mengaku dari sekretariat Wapres yang meminta imbalan agar urusan orang asing itu di Indonesia lancar. "Dua ekspatriat itu kemudian melapor kepada KPK dua pekan lalu. KPK langsung bergerak karena mendengar ada pejabat negara yang melakukan pemerasan," tutur Johan. Dari nomor telepon seluler yang digunakan komplotan itu untuk menghubungi korban ekspatriatnya, KPK dapat menemukan lokasi mereka dan langsung meringkus mereka. Selain mencatut nama sekretaris Wapres, komplotan pemeras itu juga sering mengatasnamakan bupati, anggota DPR dan gubernur dalam aksi mereka. "Korbannya sudah banyak, aksi mereka sudah menghasilkan ratusan juta rupiah. Jaringan operasi mereka juga bukan di Jakarta saja, tetapi juga di daerah-daerah," ujar Johan. Ia menambahkan, salah satu dari anggota komplotan itu bahkan ada yang memiliki rumah di kawasan perumahan elit Pesona Kahyangan, Depok. KPK saat ini masih meminta keterangan dari tujuh anggota komplotan tersebut. Johan mengatakan apabila komplotan itu memang benar melibatkan pejabat negara dalam aksinya, maka KPK bisa menangani kasus pemerasan itu dengan pasal korupsi. Namun, apabila tidak melibatkan pejabat negara, maka kasus pemerasan itu digolongkan sebagai perbuatan kriminal biasa dan KPK akan melimpahkannya ke Mabes Polri.(*)