Bela Negara membentuk karakter cinta Tanah Air, bukan latihan militer
10 Januari 2017 18:08 WIB
Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Pertama TNI Muhammad Faisal, di Kantor Kementerian Pertahanan, Selasa (10/1/17). (ANTARA News/Alviansyah Pasaribu)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Pertama TNI Muhammad Faisal, menjelaskan, konsep program Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah membentuk karakter masyarakat yang cinta Tanah Air bukan dengan cara latihan militer, melainkan melalui penanaman nilai-nilai kebangsaan.
Faisal menjelaskan, pelatihan Bela Negara telah dijalankan bermacam lembaga kementerian, TNI, instansi pemerintah dan swasta guna membentuk karakter individu masyarakat agar lebih mencintai bangsa dan mampu menangkal ancaman luar yang membahayakan keutuhan bangsa.
"Pelatihan bela negara yang diselenggarakan adalah pelatihan pembentukan karakter dan pembinaan sumber daya manusia. Tidak ada kaitannya dengan pelatihan latihan dasar militer," kata Faisal, di Jakarta, Selasa.
Faisal mengatakan, latihan Bela Negara dalam bentuk penghormatan, baris-berbaris dan panjat tali bukanlah latihan dasar militer, melainkan untuk membentuk kekompakan dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari peserta Bela Negara.
"Latihan militer itu dengan senjata dan sebagainya. Tapi kalau hanya latihan baris, hormat dan panjat tali, itu biasa dalam latihan outbond. Siswa-siswi juga melakukan itu fungsinya melatih kekompakan dan kepemimpinan. Itu bukan latihan militer," ujar Faisal.
Faisal menjelaskan PKBN mengacu pada Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
"Artinya setiap warga Indonesia punya hak dan wajib membela negara. Membela negara tidak harus mengangkat senjata atau jadi tentara karena konteks bela negara itu luas, yang bekerja dengan baik juga termasuk bela negara," ujar dia.
Lebih lanjut, Faisal menambahkan pelatihan Bela Negara terkait dengan program pemerintah "Revolusi Mental."
"Mengacu pada program nasional pemerintah 'Revolusi Mental' sebagai pembentukan karakter manusia Indonesia yang berbudaya, berbudi dan berwawasan kebangsaan," jelas dia.
Dalam praktiknya, Faisal mengatakan, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan memiliki tiga sasaran kelompok masyarakat di tiga lingkungan antara lain lingkungan pekerjaan, pendidikan dan permukiman.
Pada masyarakat di lingkungan kerja, program Bela Negara dimasukkan sebagai materi saat program peningkatan kapasitas pegawai. Adapun lingkungan pendidikan program Bela Negara disisipkan pada kurikulum.
"Semua masyarakat adalah targetnya, ada tiga lingkungan, pertama lingkungan pekerjaan, lingkungan pendidikan formal, dan lingkungan permukiman bersama ormas dan tokoh masyarakat," jelas dia.
Kendati demikian, Faisal menegaskan pemerintah mengizinkan setiap kelompok masyarakat mengikuti latihan Bela Negara asalkan untuk kepentingan negara dan menambahkan rasa cinta tanah air, bukan untuk kepentingan ideologi lain.
Faisal menjelaskan, pelatihan Bela Negara telah dijalankan bermacam lembaga kementerian, TNI, instansi pemerintah dan swasta guna membentuk karakter individu masyarakat agar lebih mencintai bangsa dan mampu menangkal ancaman luar yang membahayakan keutuhan bangsa.
"Pelatihan bela negara yang diselenggarakan adalah pelatihan pembentukan karakter dan pembinaan sumber daya manusia. Tidak ada kaitannya dengan pelatihan latihan dasar militer," kata Faisal, di Jakarta, Selasa.
Faisal mengatakan, latihan Bela Negara dalam bentuk penghormatan, baris-berbaris dan panjat tali bukanlah latihan dasar militer, melainkan untuk membentuk kekompakan dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari peserta Bela Negara.
"Latihan militer itu dengan senjata dan sebagainya. Tapi kalau hanya latihan baris, hormat dan panjat tali, itu biasa dalam latihan outbond. Siswa-siswi juga melakukan itu fungsinya melatih kekompakan dan kepemimpinan. Itu bukan latihan militer," ujar Faisal.
Faisal menjelaskan PKBN mengacu pada Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
"Artinya setiap warga Indonesia punya hak dan wajib membela negara. Membela negara tidak harus mengangkat senjata atau jadi tentara karena konteks bela negara itu luas, yang bekerja dengan baik juga termasuk bela negara," ujar dia.
Lebih lanjut, Faisal menambahkan pelatihan Bela Negara terkait dengan program pemerintah "Revolusi Mental."
"Mengacu pada program nasional pemerintah 'Revolusi Mental' sebagai pembentukan karakter manusia Indonesia yang berbudaya, berbudi dan berwawasan kebangsaan," jelas dia.
Dalam praktiknya, Faisal mengatakan, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan memiliki tiga sasaran kelompok masyarakat di tiga lingkungan antara lain lingkungan pekerjaan, pendidikan dan permukiman.
Pada masyarakat di lingkungan kerja, program Bela Negara dimasukkan sebagai materi saat program peningkatan kapasitas pegawai. Adapun lingkungan pendidikan program Bela Negara disisipkan pada kurikulum.
"Semua masyarakat adalah targetnya, ada tiga lingkungan, pertama lingkungan pekerjaan, lingkungan pendidikan formal, dan lingkungan permukiman bersama ormas dan tokoh masyarakat," jelas dia.
Kendati demikian, Faisal menegaskan pemerintah mengizinkan setiap kelompok masyarakat mengikuti latihan Bela Negara asalkan untuk kepentingan negara dan menambahkan rasa cinta tanah air, bukan untuk kepentingan ideologi lain.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: