Tanggul raksasa untuk Jakarta; ini gunanya
31 Desember 2016 21:07 WIB
ilustrasi - Pekerja menyelesaikan pembanguna Dam (dinding penahan ombak) di Kawasan Pasar Ikan Muara Baru, Jakarta, ‎Kamis (11/8/2016). (ANTARA/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pembangunan tanggul raksasa bertujuan agar Jakarta tidak tenggelam.
"Kami menyampaikan, bahwa National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul raksasa itu sebenarnya bukan sesuatu yang harus heboh-hebohan. Tetapi, itu suatu kebutuhan untuk menjaga Jakarta agar tidak tenggelam," kata dia dalam diskusi Evaluasi Akhir Tahun 2016 dan Harapan 2017 di Kantor Bappenas, Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan, pihaknya telah memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perhitungan dan analisis komprehensif dari rencana proyek tersebut.
Menurut dia, proyek tersebut sangat terkait dengan kondisi permukaan Jakarta yang mengalami penurunan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Kita berhadapan dengan permukaan Jakarta yang turunnya lebih cepat daripada yang diperkirakan. Jadi, secara geologi, permukaan tanah di Pantai Jawa itu cenderung turun. Tidak hanya di Jakarta, tapi semua (Pulau) Jawa," ujarnya.
Ia mengatakan, awalnya penurunan terjadi di Semarang lebih dahulu bahkan berakibat banjir. Namun, ternyata penurunan permukaan tanah di Jakarta mengalami percepatan di luar perkiraan.
"Penurunan Jakarta jauh lebih cepat dari perkiraan, karena pemakaian air tanah yang luar biasa. Jadi kita menyampaikan bahwa kita harus menjaga Jakarta supaya tidak tenggelam," ucapnya.
Ia mengatakan, bahwa pembangunan tanggul raksasa tahap pertama ditujukan untuk menjaga Jakarta agar tidak tenggelam hingga tahun 2025. Yaitu, dengan membangun tanggul di sepanjang pantai Jakarta, dengan alokasi biaya sebesar Rp10 triliun.
"Pendanaannya bisa dikelola oleh Pemda DKI dengan APBD-nya. Namun, setelah Jakarta aman sampai tahun 2025, bagaimana selanjutnya? Karena masalahnya, kita tidak cukup hanya dengan membangun tanggul, tetapi juga kita harus mengendalikan penggunaan air tanah di kalangan masyarakat," kata Kepala Bappenas.
Cara pengendalian air tanah bisa dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem pelayanan air minum, katanya. Sehingga tanggul raksasa di pinggir pantai Jakarta itu, tidak akan cukup lagi setelah tahun 2025.
"Nah di situlah kita perlu membangun tanggul bukan yang di pantai, tapi di laut lepas. Itu butuh dana yang mahal mencapai Rp70 triliun hingga Rp80 triliun. Karenanya, perlu perencanaan yang matang dan teknologinya juga tidak mudah. Tapi itu bisa menjaga hingga 2040 mendatang atau bisa lebih lama, kalau dibangun," papar Bambang.
Artinya, tambah dia, tanggul di pinggir pantai Jakarta harus segera dibangun utamanya di tempat-tempat yang rawan penurunan air muka tanah, karena sangat mendesak. Setelah itu, pada tahun 2020 atau 2021, pemerintah harus segera memutuskan untuk membangun tanggul raksasa di lepas pantai atau tidak.
"Kami menyampaikan, bahwa National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul raksasa itu sebenarnya bukan sesuatu yang harus heboh-hebohan. Tetapi, itu suatu kebutuhan untuk menjaga Jakarta agar tidak tenggelam," kata dia dalam diskusi Evaluasi Akhir Tahun 2016 dan Harapan 2017 di Kantor Bappenas, Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan, pihaknya telah memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perhitungan dan analisis komprehensif dari rencana proyek tersebut.
Menurut dia, proyek tersebut sangat terkait dengan kondisi permukaan Jakarta yang mengalami penurunan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Kita berhadapan dengan permukaan Jakarta yang turunnya lebih cepat daripada yang diperkirakan. Jadi, secara geologi, permukaan tanah di Pantai Jawa itu cenderung turun. Tidak hanya di Jakarta, tapi semua (Pulau) Jawa," ujarnya.
Ia mengatakan, awalnya penurunan terjadi di Semarang lebih dahulu bahkan berakibat banjir. Namun, ternyata penurunan permukaan tanah di Jakarta mengalami percepatan di luar perkiraan.
"Penurunan Jakarta jauh lebih cepat dari perkiraan, karena pemakaian air tanah yang luar biasa. Jadi kita menyampaikan bahwa kita harus menjaga Jakarta supaya tidak tenggelam," ucapnya.
Ia mengatakan, bahwa pembangunan tanggul raksasa tahap pertama ditujukan untuk menjaga Jakarta agar tidak tenggelam hingga tahun 2025. Yaitu, dengan membangun tanggul di sepanjang pantai Jakarta, dengan alokasi biaya sebesar Rp10 triliun.
"Pendanaannya bisa dikelola oleh Pemda DKI dengan APBD-nya. Namun, setelah Jakarta aman sampai tahun 2025, bagaimana selanjutnya? Karena masalahnya, kita tidak cukup hanya dengan membangun tanggul, tetapi juga kita harus mengendalikan penggunaan air tanah di kalangan masyarakat," kata Kepala Bappenas.
Cara pengendalian air tanah bisa dilakukan dengan melakukan perbaikan sistem pelayanan air minum, katanya. Sehingga tanggul raksasa di pinggir pantai Jakarta itu, tidak akan cukup lagi setelah tahun 2025.
"Nah di situlah kita perlu membangun tanggul bukan yang di pantai, tapi di laut lepas. Itu butuh dana yang mahal mencapai Rp70 triliun hingga Rp80 triliun. Karenanya, perlu perencanaan yang matang dan teknologinya juga tidak mudah. Tapi itu bisa menjaga hingga 2040 mendatang atau bisa lebih lama, kalau dibangun," papar Bambang.
Artinya, tambah dia, tanggul di pinggir pantai Jakarta harus segera dibangun utamanya di tempat-tempat yang rawan penurunan air muka tanah, karena sangat mendesak. Setelah itu, pada tahun 2020 atau 2021, pemerintah harus segera memutuskan untuk membangun tanggul raksasa di lepas pantai atau tidak.
Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: