Dia katakan itu kepada pers, bersama Komandan Pusat Polisi Militer TNI, Mayor Jenderal TNI Dodik Widjanarko, di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, terkait dugaan suap dalam proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut, menggunakan dana APBN-P 2016.
Menurut dia, proses peradilan nanti akan dilaksanakan secara terbuka, tegas, tak ada intervensi dari siapapun. "Silakan memonitor dalam persidangan, tentunya setelah penyidikan selesai," katanya. Sebetulnya banyak persidangan di Mahkamah Militer yang bersifat terbuka; salah satu yang tertutup adalah kasus susila.
TNI, kata Wuryanto, tidak akan melindungi personel TNI yang terlibat korupsi. TNI siap membantu penegak hukum untuk menyeret para prajurit yang terlibat korupsi.
"Prinsipnya, siapapun prajurit TNI yang terlibat pelanggaran akan ditindak sesuai hukum berlaku," tegasnya.
Wuryanto, atas nama Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, menyampaikan terimakasih kepada KPK yang telah membongkar praktik suap di Badan Keamanan Laut.
Akhir tahun 2016 juga ditutup dengan kenyataan bahwa helikopter transport Finmeccanica AW-101 yang sebelumnya telah dibatalkan kontraknya oleh panglima TNI tetap dibeli TNI AU, dengan alasan telah "melalui kajian spesifikasi teknis".
Satu unit AW-101 itu diketahui seharga 55 juta dolar Amerika Serikat, yang dikatakan juga meliputi biaya pelatihan, suku cadang, dan beberapa tambahan instrumen. Dana yang dipakai dikatakan berasal dari dana 2015.
Tidak kurang Presiden Jokowi memberi reaksi atas pembelian AW-101 yang "telah dilarang" itu dan memerintahkan membentuk tim investigasi gabungan.