Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai pengadaan barang dan jasa yang dilakukan pemerintah harus mempertimbangkan muatan lokal terutama terkait rencana TNI AU yang akan membeli heli AgustaWestland 101 asal Inggris.

"Kita ketahui untuk pengadaan barang dan jasa, konten lokal selalu menjadi pertimbangan sehingga apabila ada hal yang tidak berbarengan dengan lokal konten harus punya alasan tepat," kata Agus di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan sesuai Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, muatan lokal harus menjadi pertimbangan khusus.

Karena itu, dia menilai, alat pertahanan harus dirakit di dalam negeri atau dalam proses produksinya menggunakan tenaga-tenaga dari Indonesia.

"Namun apabila memilih yang lain, alasannya harus tepat. Ini yang harus dibicarakan dengan Komisi I DPR," ujarnya.

Politikus Partai Demokrat itu menegaskan persoalan pembelian heli AW 101 itu menjadi domain pengawasan Komisi I DPR untuk memahami masalah pembelian heli tersebut.

Menurut dia pembelian heli itu harus dengan alasan kuat khususnya mengapa harus mengimpor dan alasannya harus masuk akal dan memenuhi pertimbangan dalam melaksanakan kehidupan berbangsa serta bernegara.

Sebelumnya, TNI AU tetap membeli helikopter AgustaWestland 101 (AW 101), meski pernah mendapat penolakan Presiden Joko Widodo pada Desember 2015.

Menurut Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna, pembelian helikopter tetap dilakukan karena Presiden Jokowi sebelumnya menolak pembelian helikopter AW 101 untuk VVIP.

"Yang ditolak itu untuk VVIP. Ini untuk pasukan dan SAR tempur, sesuai kajian TNI AU," kata Agus Supriatna di Jakarta, Senin (26/12).

Agus mengatakan heli tersebut bukan bekas dari India namun khusus dipesan dari awal dan dikerjakan tiga "shift" dengan pengawasan TNI AU sejak awal.

Sementara itu Pasal 43 ayat 1 UU nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan disebutkan bahwa pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri.

Pasal 43 ayat 5 menyebutkan bahwa pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk luar negeri harus memenuhi persyaratan antara lain, pertama Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri, kedua mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan, ketiga kewajiban alih teknologi

Keempat, jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Kelima adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 85 persen, keenam kandungan lokal dan/atau ofset sebagaimana dimaksud pada huruf e paling rendah 35 persen dengan peningkatan 10 persen setiap lima tahun; dan keenam pemberlakuan ofset paling lama 18 bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.