Batam (ANTARA News) - Menakertrans, Erman Suparno, menegaskan bahwa Indonesia dan Malaysia sudah mengadakan pembicaraan guna meningkatkan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tetap diterima di negeri seberang itu. Seusai melakukan pemancangan paku bumi pertama pembangunan empat blok rumah susun sederhana sewa murah (rusunawa) PT Jamsostek di Muka Kuning, Batam, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) itu kepada pers mengatakan ahwa kebutuhan tenaga kerja asing suatu negara memang tergantung pada negara penerima. Indonesia, menurut dia, saat ini menetapkan kebijakan untuk meningkatkan penempatan TKI di sektor formal, dan bukan informal lagi, seperti TKI sebagai pembantu rumah tangga. Sekalipun, saat ini masih sekitar 70 persen TKI bekerja di sektor informal. Terkait pemberitaan sejumlah media Malaysia bahwa pemerintah di negeri jiran tersenut menyilakan pengusahanya untuk lebih memilih pekerja asal Myanmar atau Bangladesh, Erman menyatakan bahwa hal itu tidak benar. Sebaliknya, ia mengatakan, sempat bertemu empat mata dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Abdullah Badawi, ketika berkunjung ke Indonesia baru-baru ini, dan mereka membicarakan sejumlah hal, termasuk kesejahteraan TKI di Malaysia. Dalam pertemuan itu, menurut Erman, dirinya mengusulkan sejumlah perbaikan kesejahteraan bagi TKI, antara lain upah, hak cuti, hak politik, dan libur mingguan. Ia juga menjelaskan, pemerintah RI memberikan advokasi kepada 53 orang Indonesia yang terancam hukuman mati di Malaysia. Namun, diingatkannya bahwa 35 Warga Negara Indonesia (WNI) itu termasuk pengedar narkotika dan bahan berbahaya (narkoba). "Jadi, jangan diklasifikasi sebagai TKI. Mereka ke sana memang mau jualan itu. Jadi, harus dibedakan," kata Erman. Meskipun mereka pengedar narkoba, menurut dia, sebagai WNI mereka pun tetap mendapat pembelaan hukum, hanya saja pendekatannya berbeda dengan TKI bermasalah. "Meski mereka pengedar, tetap ada advokasi dari pemerintah RI, tapi pendekatan hukumnya berbeda dengan TKI," ujarnya menambahkan. (*)