NTT pertahankan model kerukunan beragama
25 Desember 2016 01:53 WIB
Dokumen foto warga menonton film karya warga setempat dalam program Komunitas Kreatif di Desa Malanuza, Ngada, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (3/1) untuk menjaga kebudayaan dan kerukunan antar-umat. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Kupang (ANTARA News) - Perayaan Natal 2016 harus mendorong umat setempat tetap mempertahankan model kerukunan beragama di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai modal dasar kerukunan Bangsa Indonesia, kata Wakil Pastor Paroki St Yoseph Pekerja Penfui Kota Kupang RD Jonas Kamlasi, Pr.
"Bagaimanapun model kerukunan beragama di Nusa Tenggara Timur telah menjadi modal dasar kerukunan Bangsa Indonesia," ujarnya ketika memimpin misa malam Natal di Kupang, Sabtu.
Ia pun meminta semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di NTT memasyarakatkan model kerukunan beragama sebagai modal dasar kerukunan Bangsa Indonesia.
Menurut dia, model kerukunan antar dan intraumat beragama "Yang Rukun Mengharum" di NTT telah menjadi penyatu berbagai etnis dan agama di daerah kepulauan itu, sehingga selalu tercipta suasana aman dan damai.
Ia mengatakan dalam proses pergaulan atau asimilasi lainnya, antarumat beragama bisa saling memahami. Apalagi, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan dan menebar kebencian kepada umat lain.
Ketertutupan sikap untuk memberikan ruang kepada kelompok lain hanya akan berujung pada sikap eksklusif, dan ia menilai, jika hal itu terjadi, maka kehidupan beragama yang harmoni akan sulit dicapai.
"Dialog antarumat beragama harus terus menggema. Kami upayakan melalui setiap FKUB di masing-masing kabupaten," katanya, mengenai kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Namun, ia mengatakan, dalam mengupayakan dialog tersebut, maka setiap kelompok umat beragama harus pula disiapkan untuk menerima sejumlah hal pokok.
"Antara lain bahwa dalam dialog, maka setiap kelompok umat beragama harus bersedia mendengar penjelasan tentang kebenaran ajaran agama lain yang mereka klaim, bukan memotret dan memperbandingkannya dengan agamanya sendiri, lalu menghakiminya," katanya.
Selain mengupayakan dialog antarumat beragama, ia menilai, maka perlu mengingatkan kembali umat tentang perlunya menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam beragama.
"Hak setiap umat adalah kebebasan memeluk suatu agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Sementara setiap umat beragama juga wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana ditetapkan undang-undang," katanya.
Ia menambahkan, setiap umat beragama sebisa mungkin harus berupaya menjaga keseimbangan antara keharusan bersikap toleran dengan keteguhan memegang prinsip.
"Semangat beragama juga harus diimbangi dengan kemampuan memahami ajaran agama secara komprehensif," demikian Jonas Kamlasi.
"Bagaimanapun model kerukunan beragama di Nusa Tenggara Timur telah menjadi modal dasar kerukunan Bangsa Indonesia," ujarnya ketika memimpin misa malam Natal di Kupang, Sabtu.
Ia pun meminta semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di NTT memasyarakatkan model kerukunan beragama sebagai modal dasar kerukunan Bangsa Indonesia.
Menurut dia, model kerukunan antar dan intraumat beragama "Yang Rukun Mengharum" di NTT telah menjadi penyatu berbagai etnis dan agama di daerah kepulauan itu, sehingga selalu tercipta suasana aman dan damai.
Ia mengatakan dalam proses pergaulan atau asimilasi lainnya, antarumat beragama bisa saling memahami. Apalagi, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan dan menebar kebencian kepada umat lain.
Ketertutupan sikap untuk memberikan ruang kepada kelompok lain hanya akan berujung pada sikap eksklusif, dan ia menilai, jika hal itu terjadi, maka kehidupan beragama yang harmoni akan sulit dicapai.
"Dialog antarumat beragama harus terus menggema. Kami upayakan melalui setiap FKUB di masing-masing kabupaten," katanya, mengenai kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Namun, ia mengatakan, dalam mengupayakan dialog tersebut, maka setiap kelompok umat beragama harus pula disiapkan untuk menerima sejumlah hal pokok.
"Antara lain bahwa dalam dialog, maka setiap kelompok umat beragama harus bersedia mendengar penjelasan tentang kebenaran ajaran agama lain yang mereka klaim, bukan memotret dan memperbandingkannya dengan agamanya sendiri, lalu menghakiminya," katanya.
Selain mengupayakan dialog antarumat beragama, ia menilai, maka perlu mengingatkan kembali umat tentang perlunya menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam beragama.
"Hak setiap umat adalah kebebasan memeluk suatu agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Sementara setiap umat beragama juga wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana ditetapkan undang-undang," katanya.
Ia menambahkan, setiap umat beragama sebisa mungkin harus berupaya menjaga keseimbangan antara keharusan bersikap toleran dengan keteguhan memegang prinsip.
"Semangat beragama juga harus diimbangi dengan kemampuan memahami ajaran agama secara komprehensif," demikian Jonas Kamlasi.
Pewarta: Hironimus BIfel
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016
Tags: