Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,Selasa malam, berusaha berebut simpati masyarakat dengan menemui wakil warga Perumahan Tanggul Angin Sejahtera (Perum TAS I) Sidoarjo, yang rumahnya terendam luapan lumpur PT Lapindo Brantas, masing-masing di Istana Negara dan Istana Wapres Jakarta. Ratusan warga Perum TAS I itu sebelumnya sudah sekitar 10 hari berada di Jakarta sejak Sabtu (14/4), untuk mengajukan protes kepada pemerintah atas kesepakatan penyelesaian ganti rugi yang diputuskan pemerintah terhadap korban dampak lumpur Lapindo itu. Namun, meski sudah beberapa kali melakukan demonstrasi di depan Istana Merdeka untuk menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Yudhoyono, baru pada hari ke sepuluh inilah tujuan mereka tercapai. Bahkan sebelumnya sempat, Jurubicara Presiden Andi Malarangeng mengatakan Presiden tidak akan menemui mereka karena masalah penyelesaian ganti rugi ini sudah menjadi urusan Badan Penyelesaian Lumpur Sidoarjo (BPLS). Yang menarik, pada Selasa sore lima orang wakil warga Perumtas ditemui ebih dulu oleh Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres. Wapres yang didampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso serta Direktur Bank BTN Kodrati langsung menggelar rapat bersama lima orang wakil warga Perum TAS dan menghasilkan sebuah kesepakatan dalam risalah rapat. Mengetahui warga Perum TAS itu ditemui Wapres dan menghasilkan sebuah kesepakatan, Presiden Yudhoyono tampaknya tidak ingin simpati masyarakat dengan pertemuan yang sudah sangat diharapkan warga Perumtas itu hanya didapat oleh Wapres Jusuf Kalla. Maka Presiden pun dengan cepat mengundang lima wakil warga Perum TAS I itu datang ke Istana Negara untuk berbincang-bincang dengannya. Wartawan yang biasa meliput kegiatan Presiden, sekitar pukul 18.30 WIB kembali menerima undangan untuk segera kembali ke Istana meliput acara itu. Padahal hampir sebagian besar wartawan itu sudah kembali ke kantornya masing-masing karena jadwal acara Presiden Selasa ini sesuai agenda sudah tidak ada lagi. Acara yang direncanakan pukul 19.00 WIB ternyata baru dimulai pukul 20.30 WIB, karena ternyata lima orang wakil warga Perum TAS I itu masih berada di Istana Wapres untuk menandatangani risalah dari rapat mereka dengan Wapres. Dalam risalah rapat disebutkan tiga point penting yakni perhitungan ganti rugi disamakan dengan empat warga desa Sidoarjo lainnya, yakni 20 persen dibayarkan di muka secara utuh tanpa perlu sertifikat bank dan sisanya dibayar paling lambat dua tahun sebelum masa kontrak rumah dua tahun berakhir. Point kedua, karena kondisi rumah di Perum TAS I yang berbeda dengan desa lain, maka pembayaran 80 persen akan dipercepat menjadi satu tahun atau berbarengan dengan pembayaran 80 persen warga empat desa sebelumnya Point ketiga, Wapres Jusuf Kalla memberikan arahan antara lain, segera dibuat perjanjian antara PT Lapindo, warga masyarakat dan BTN/BNI 46 serta bank terkait mengenai pembayaran pertama 20 persen, pada waktu pembayaran pertama, bank akan menangguhkan pembayaran cicilan sisa KPR serta pembebasan sisa bunga dan denda. Risalah rapat ditandatangani oleh Seswapres Gembong Prijono, Menteri PU Djoko Kirmanto, Gubernur DKI Sutiyoso, Dirut BTN Kodradi serta lima orang perwakilan warga yaitu Sumitro, Pujiono, Tonas Adi, KH Abdul fatah dan Abadi Triasanto. Melihat bahwa saat rapat di Wapres, warga Perum TAS sudah mendapatkan kesepakatan dengan pemerintah, maka Presiden dalam dialog dengan lima orang itu yang hanya sekitar 20 menit mengharapkan agar kesepakatan itu bisa berjalan dengan lancar dan tanpa ada hambatan tertentu. "Saya menginstruksikan kepada semua pihak, termasuk Gubernur, Bupati dan Lapindo, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sungguh-sungguh menjalankan tugasnya yang sudah ditetapkan untuk menyelesaikan masalah ini," kata Presiden dalam dialog yang juga didampingi Menteri PU Djoko Kirmanto dan Dirut BTN Kodradi. Dalam dialog itu, Presiden juga mengharapkan agar kesepakatan yang telah ditandatangani berjalan dengan baik, sehingga penyelesaian ganti rugi berjalan secara lebih tepat, adil dan sesuai sasaran. "Saya ingin ada pengertian yang sama setelah terjadinya dialog ini dan tidak dipengaruhi pihak-pihak lain, untuk mencari jalan keluar. Kita berikhtiar selain menyelesaikan ganti rugi terhadap warga, pemerintah juga berupaya untuk memadamkan semburan lumpur dan menerima kerjasama dari pihak manapun dan dari dunia internasional," katanya. Presiden juga mengatakan telah menginstruksikan Gubernur dan Bakornas agar mengurangi serta menghindari hal-hal teknis yang bisa mengganggu penyelesaiannya dan meminta warga Perumtas melaporkan bila ada hambatan dalam penyelesaian ganti rugi. "Jangan segan-segan untuk menyampaikan masalah kepada siapapun. Kalau perlu perlu telepon saya, karena ini sudah jelas kewajiban Lapindo yang penyelesaiannya dibantu pejabat Pemda," katanya. Presiden juga meminta jika ada masalah dalam proses penyelesaian ganti rugi ini, sebaiknya di komunikasikan secara baik dengan pejabat yang tepat di daerah, seperti Gubernur, Bupati termasuk kepada Ketua BPLS atau dewan pengarah BPLS. "Kalau disampaikan pada beliau-beliau itu mudah-mudahan bisa diselesaikan dengan baik. Di Jakarta, saya juga beberapa kali melaksanakan rapat koordinasi menangani masalah ini," katanya. Kejadian Selasa ini menunjukkan persoalan dampak luapan lumpur dari sumur pengeboran minyak PT Lapindo yang telah berlarut-larut dan merugikan masyarakat dan pemerintah, tampaknya hanya menjadi komoditi politik bagi para politikus, termasuk Presiden dan Wapres. Sampai saat ini tidak ada kebijakan pemerintah yang benar-benar mampu menutupi kerugian masyarakat di sekitar luapan lumpur. Ratusan pengungsi masih menderita berada di Pasar Porong menanti tempat tinggal yang baru, yang entah kapan akan didapat. Kesepakatan penyelesaian ganti rugi yang diberikan Wapres petang itu pun hanya sekadar penyejuk hati bagi warga Perum TAS I, karena kenyataannya penderitaan mereka sama sekali tidak tergantikan dengan pantas. (*)