Jakarta (ANTARA
News) - Memulai studi sastra dan media di salah satu perguruan tinggi di
Australia nyatanya tak membuat Mouly Surya tenggelam dalam cita-cita sang Almarhum
ayahnya, menjadi jurnalis. Perempuan itu justru berkecimpung di dunia film dan
mencatatkan namanya di berbagai festival film dunia.
T : Bagaimana proses
yang dilalui Mouly? berikut tuturan singkatnya kepada ANTARA News melalui pesan
elektroniknya belum lama ini.
J : Saya
mulai mengenal membuat film ketika saya berkuliah di Melbourne, Australia.
Tadinya saya bercita-cita menjadi penulis buku karena dari kecil saya sangat
senang menulis. Atau mungkin jurnalis, seperti cita-cita Alm. Ayah saya dulu.
Tetapi,
ketika mengambil kuliah sastra dan media, saya agak kurang merasa pas. Di tahun
terakhir saya kuliah sastra, seorang teman saya mengajak saya membuat film
amatir bersama mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Australia yang lain.
Ketika
mengalami bagaimana rasanya membuat film meskipun pada saat itu belum mengerti
apa-apa, saya merasa sangat menikmati. Menjadi sutradara itu juga menulis, tapi
bukan menulis dengan kata-kata melainkan dengan gambar. Saya akhirnya
memutuskan untuk melanjutkan studi S2
jurusan film (2005).
Berbekal
pengetahuan soal film, Mouly lalu mencoba peruntungan menjadi asisten sutradara
demi mencari pengalaman, hingga akhirnya dia mantap memilih sutradara sebagai
profesinya.
Mouly mengatakan,
motivasi terbesarnya menjajal dunia film sebagai sutradara adalah semata ingin
terus bisa memproduksi film.
Saya
hanya ingin terus bisa membuat film. Sebelum menjadi sutradara, saya pernah
menjadi asisten sutradara untuk mencari pengalaman di lapangan.
Film
"Fiksi" yang dirilis pada 2008 lalu menjadi pembuktiannya. Melalui
"Fiksi" itulah Mouly berhasil ikut serta dalam festival film
internasional Busan (Busan International Film Festival di 2008).
Tak hanya itu, di
tanah air, melalui film pertama karyanya itu, Mouly juga menyabet penghargaan
di ajang Piala Citra untuk sejumlah kategori antara lain Best Feature Film,
Best Director, Best Music and Best Original Screenplay dan Director award.
Di 2013, Mouly
kembali memproduksi film, yakni "What They Don't Talk About When They Talk
About Love" dan ikut serta dalam Sundance Film Festival 2013, menjadi film pertama karya
sineas Indonesia yang ikut serta dalam ajang itu.
Tak disangka film
itu justru mendapat penghargaan di festival film lainnya yakni untuk kategori
Best Music in Asia Pacific
Film Festival 2013 dan Best New Director in Las Palmas Film
Festival di Spanyol.
J : Jelas
banyak sekali (kesan mendalam saat berhasil memenangkan berbagai penghargaan).
Tetapi dibandingkan melihat itu sebagai sebuah prestasi, festival film justru
adalah tempat dimana wawasan saya jadi bertambah dan terbuka; dengan banyaknya
film-film diluar film populer, cara-cara bercerita lain dan juga bagaimana ada
penonton lain dan cara distribusi lain diluar penonton lokal.
T : Bagaimana
bisa ikut dalam festival film internasional?
J : Nge-google,
terus ke website festival film tersebut, lalu kirim screener ke pihak yang
bersangkutan.
T : Film
Indonesia saat ini seperti apa menurut Anda, baik dari sisi kualitas, ide
cerita, aktor-aktornya? Animo masyarakat Indonesia sebenarnya condong dengan
film seperti apa?
J : Saya
pembuat film juga, jadi biarkan orang lain yang menilai.
T : Tantangan
terbesar apa yg pernah dihadapi saat berkecimpung di industri film?
J : Selalu
ada tantangan baru di setiap film yang saya buat..
T : Inspirasi
buat film dari mana?
J : Dari
kehidupan di sekitar saya.
T : Membutuhkan
berapa lama untuk membuat satu film? Nantinya ingin kerjasama dengan siapa
saja?
J : Satu
film bisa 2-3 tahun dari tahap penulisan sampai jadi. Wah banyak sekali.
Kini,
Mouly tengah mempersiapkan film karya teranyarnya, "Marlina si Pembunuh dalam
Empat Babak". Film itu menjadi yang pertama mendapatkan subsidi Aide aux
cinemas du Monde dari Kementerian Komunikasi dan Kebudayaan serta Kementerian
Luar Negeri Prancis.
J : Ide cerita dari
Mas Garin Nugroho. Saat itu kami sedang dalam penjurian FFI 2014. Mas Garin
memanggil dan ingin membuat film bersama, soal perempuan yang suatu hari
rumahnya didatangi perampok.
Marlina yang seorang janda, malah
memenggal kepala perampok. Dan film ini mengisahkan bagaimana Marlina membawa
kepala perampok ke kantor polisi," sambung dia.
Merasa tertarik dengan ide cerita itu, Mouly langsung mengiyakan tawaran Garin.
Lalu di tahun 2015 lalu. Hingga beberapa waktu lalu, Mouly mempresentasikan
proyeknya di sejumlah kesempatan, salah satunya dalam Asian Project Market
(APM) di Busan International Film Festival 2015 dan menarik perhatian Isabelle
Glachant, co-produser Prancis.
Sebelumnya,
melalui film itu, Mouly Surya meramaikan Cinefondation L’Atelier, sebuah event
project market bagian dari Cannes Film Festival pada 11-22 Mei lalu.
T : Apa
target Anda ke depan?
J : Terus
bisa membuat film!
Sutradara Mouly Surya dan perjalanannya di dunia film
22 Desember 2016 22:28 WIB
Sutradara Mouly Surya (Cinesurya)
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: