Daya saing tekstil diperkuat lawan produk impor
18 Desember 2016 20:22 WIB
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat (dua dari kanan) didampingi oleh Kapusdiklat Kemenperin Mujiyono (paling kanan) bersama Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kemenperin Gati Wibawaningsih (dua dari kiri) dan Anggota Dewan Komisioner, selaku kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida (Kiri) menghadiri wisuda Politeknik Sekolah Tehnik Teknologi Tekstil (STTT) di Bandung. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian memperkuat daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional agar menghasilkan produk yang lebih berkualitas dibandingkan barang impor serupa, sehingga akan mampu memenangi pasar domestik maupun internasional.
“Industri TPT tahun ini mulai menunjukkan geliat pertumbuhannya, diharapkan tahun depan kembali menjadi 'rising industry' yang terus mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi nasional,” kata Sekjen Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat lewat siaran pers di Jakarta, Minggu.
Apalagi, lanjutnya, sektor prioritas ini memiliki rantai nilai dan proses yang telah terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Demikian disampaikan Syarif saat mewakili Menteri Perindustrian pada acara Wisuda Politeknik STTT Bandung, Jawa Barat.
Kemenperin mencatat, selama periode tahun 2015, produk industri TPT dalam negeri menyumbangkan nilai ekspor sebesar 12,28 miliar dollar AS atau setara dengan 8,17 persen dari total ekspor nasional.
"Selain itu, memberikan surplus pada devisa negara sebesar 4,31 miliar dollar AS, yang sebagian besar dari industri pakaian jadi atau garmen,” ungkap Syarif.
Langkah sinergi yang dilakukan Kemenperin bersama pemangku kepentingan terkait dalam menetapkan kebijakan khusus dan tepat bagi peningkatan daya saing industri TPT nasional, antara lain pembebasan pajak pertambahan nilai bagi bahan baku industri TPT yang berorientasi ekspor dan penurunan harga gas yang berskala keekonomian.
Syarif menjelaskan, pembebasan pajak pertambahan nilai bertujuan membuat produsen tekstil dan pakaian jadi beralih dari bahan baku impor ke bahan baku produksi dalam negeri.
Sedangkan, gas dengan harga yang murah dapat mengurangi beban pengusaha dalam pengeluaran biaya energi karena tarif listrik yang cukup mahal.
Bahkan, ketika memimpin rapat terbatas dengan sejumlah Menteri Kabinet Kerja pada 6 Desember 2016 tentang pembahasan tata niaga produk TPT, Presiden Joko Widodo menyinggung bahwa penurunan harga gas untuk industri TPT merupakan salah satu kebijakan yang perlu diimplementasikan.
Syarif menambahkan, sesuai arahan Presiden Jokowi, Kemenperin juga tengah berkoordinasi dengan kementerian lainnya dan pihak berwenang untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan importasi ilegal produk TPT dalam bentuk ballpress (karung padat). “Kami juga akan perhatikan dan segera ada tindakan tegas untuk impor baju bekas yang masuk melalui pelabuhan ‘tikus’,” tegasnya.
Di samping itu, menurut Sekjen, pangsa pasar industri TPT Indonesia di dunia masih sangat luas karena saat ini baru mencapai 1,56 persen dari pasar global. Salah satunya perlu mendorong pembukaan pasar industri TPT nasional ke Uni Eropa.
"Populasi kelas menengah di dalam negeri yang terus meningkat, juga merupakan peluang bagi industri TPT kita untuk terus meningkatkan pangsa pasarnya,” jelas Syarif.
Syarif menegaskan, dengan masuknya Indonesia sebagai anggota organisiasi perdagangan dunia (WTO) dan organisasi regional lainnya, termasuk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Maka, tambahnya, penguatan daya saing merupakan kata kunci yang harus diperhatikan agar industri TPT nasional dapat terus meningkatkan eksistensinya baik di pasar dalam maupun luar negeri.
“Industri TPT tahun ini mulai menunjukkan geliat pertumbuhannya, diharapkan tahun depan kembali menjadi 'rising industry' yang terus mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi nasional,” kata Sekjen Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat lewat siaran pers di Jakarta, Minggu.
Apalagi, lanjutnya, sektor prioritas ini memiliki rantai nilai dan proses yang telah terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Demikian disampaikan Syarif saat mewakili Menteri Perindustrian pada acara Wisuda Politeknik STTT Bandung, Jawa Barat.
Kemenperin mencatat, selama periode tahun 2015, produk industri TPT dalam negeri menyumbangkan nilai ekspor sebesar 12,28 miliar dollar AS atau setara dengan 8,17 persen dari total ekspor nasional.
"Selain itu, memberikan surplus pada devisa negara sebesar 4,31 miliar dollar AS, yang sebagian besar dari industri pakaian jadi atau garmen,” ungkap Syarif.
Langkah sinergi yang dilakukan Kemenperin bersama pemangku kepentingan terkait dalam menetapkan kebijakan khusus dan tepat bagi peningkatan daya saing industri TPT nasional, antara lain pembebasan pajak pertambahan nilai bagi bahan baku industri TPT yang berorientasi ekspor dan penurunan harga gas yang berskala keekonomian.
Syarif menjelaskan, pembebasan pajak pertambahan nilai bertujuan membuat produsen tekstil dan pakaian jadi beralih dari bahan baku impor ke bahan baku produksi dalam negeri.
Sedangkan, gas dengan harga yang murah dapat mengurangi beban pengusaha dalam pengeluaran biaya energi karena tarif listrik yang cukup mahal.
Bahkan, ketika memimpin rapat terbatas dengan sejumlah Menteri Kabinet Kerja pada 6 Desember 2016 tentang pembahasan tata niaga produk TPT, Presiden Joko Widodo menyinggung bahwa penurunan harga gas untuk industri TPT merupakan salah satu kebijakan yang perlu diimplementasikan.
Syarif menambahkan, sesuai arahan Presiden Jokowi, Kemenperin juga tengah berkoordinasi dengan kementerian lainnya dan pihak berwenang untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan importasi ilegal produk TPT dalam bentuk ballpress (karung padat). “Kami juga akan perhatikan dan segera ada tindakan tegas untuk impor baju bekas yang masuk melalui pelabuhan ‘tikus’,” tegasnya.
Di samping itu, menurut Sekjen, pangsa pasar industri TPT Indonesia di dunia masih sangat luas karena saat ini baru mencapai 1,56 persen dari pasar global. Salah satunya perlu mendorong pembukaan pasar industri TPT nasional ke Uni Eropa.
"Populasi kelas menengah di dalam negeri yang terus meningkat, juga merupakan peluang bagi industri TPT kita untuk terus meningkatkan pangsa pasarnya,” jelas Syarif.
Syarif menegaskan, dengan masuknya Indonesia sebagai anggota organisiasi perdagangan dunia (WTO) dan organisasi regional lainnya, termasuk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Maka, tambahnya, penguatan daya saing merupakan kata kunci yang harus diperhatikan agar industri TPT nasional dapat terus meningkatkan eksistensinya baik di pasar dalam maupun luar negeri.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: