Jakarta (ANTARA News) - Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menyesalkan berkembangnya pendapat yang menyebut bahwa penangkapan sejumlah terduga teroris yang merencanakan aksi bom bunuh diri di Istana Negara, hanyalah upaya pengalihan isu.

"Teroris itu serius ya! Jangan ada komentar bahwa itu pengalihan isu atau sebagainya," kata Komjen Syafruddin, di gedung PTIK, Jakarta, Rabu.

Wakapolri menegaskan bahwa jajarannya, tim Densus 88, selama ini telah bekerja keras untuk mengintai gerak gerik para terduga teroris.

"Anak buah saya, ada yang satu tahun tidak pulang ke rumah. Tidak ketemu anak dan istri untuk melacak (keberadaan terduga teroris). Mereka tidur di jalan untuk selidiki ini itu dan kami bisa tangkap sebelum ada bom (meledak), tolong jangan komentar ini pengalihan isu. Hati-hati berkomentar," katanya.

Ia berujar, beberapa kota di dunia seperti Kairo (Mesir), Istanbul (Turki) dan lainnya banyak korban berjatuhan karena bom. Sementara di Indonesia tidak ada korban karena Densus 88 berhasil menangkap jaringan terorisme satu hari sebelum beraksi di Istana Negara.

"Di negara lain ada korban, tapi di Indonesia bisa kami antisipasi, kami cegah dan ditangkap semuanya. Jadi hati-hati, jangan bilang ini pengalihan isu," tegasnya.

Pihaknya mengatakan bahwa kemampuan Indonesia dalam penanganan kasus terorisme telah diakui negara-negara tetangga.

"Dunia mengakui penanggulangan terorisme di sini (Indonesia). Saya baru pulang dari Jepang, Kepala Kepolisian Jepang minta advice (saran/nasihat) dalam rangka menghadapi Olimpiade 2020," katanya.

Pada Sabtu (10/12), Densus 88 menangkap tiga terduga teroris, MNS dan AS (laki-laki) serta DYN (perempuan).

MNS dan AS ditangkap di jalan layang Kalimalang, Bekasi. Sementara DYN ditangkap di rumah kontrakan di Jalan Bintara Jaya 8 Bekasi, Jawa Barat.

Polisi menemukan barang bukti berupa bom rakitan berbentuk penanak nasi elektronik (rice cooker) di kamar 104 kontrakan tiga lantai itu.