Indeks ketersediaan air Pulau Lombok kritis
12 Desember 2016 19:10 WIB
Dokumen foto keramaian wisata di Pantai Gili Trawangan, Pulau Lombok, nusa Tenggara Barat (NTB). Pembangunan perhotelan dan perumahan di Pulau Lombok berdampak terhadap indeks ketersediaan air yang kian berkurang. (ANTARA)
Mataram (ANTARA News) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Nusa Tenggara Barat Wedha Magma Ardhi mengatakan indeks kebutuhan air masyarakat di daerah itu, khususnya di Pulau Lombok masuk kategori kritis.
"Kritis air ini karena pemakaian air yang berlebihan, sementara yang terkelola tidak banyak," kata Wedha Magma Ardhi di Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, saat ini kebutuhan air di Pulau Lombok mencapai 76 persen. Sedangkan, potensi air mencapai 9 miliar kubik, namun yang baru terkelola hanya 6 miliar kubik.
"Persoalan di hulu juga menjadi tantangan kita, karena banyak terjadi ilegal logging, menyebabkan daya hutan menahan air juga turun. Sehingga, air yang ada terbuang begitu saja tanpa termanfaatkan," ujarnya.
Selain persoalan pembalakan kayu secara liar, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB itu mengatakan bahwa indikator lain yang menyebabkan indeks air NTB kritis karena banyak wilayah di NTB khususnya Pulau Lombok saat musim kemarau, mengalami kekeringan.
"Ini kita lihat di sumur milik masyarakat yang mengering dan air sungai yang kian keruh, sedangkan di perkotaan makin meningkatnya konsumsi air minum dalam kemasan," ucapnya.
Menurut Wedha, sejumlah upaya teknis untuk menangkal makin kritisnya ketersedian air itu sudah dilakukan. Di antaranya, pembangunan bendungan dan embung rakyat. Direncanakan, pada tahun 2017 ini, empat bendungan yakni, Meninting, Bringin Sila, Kerakas dan Mujur akan dimulai pelaksanaanya.
Tidak hanya itu, ia mengemukakan, koordinasi dengan SKPD lainnya, seperti Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) untuk mulai memperketat pengawasan perizinan terhadap aktifitas penggunaan sumur bor yang kian marak oleh dunia usaha, terutama perhotelan dan perumahan di daerah perkotaan juga intensif dilakukan.
"Kita juga tengah menyusun skema menangkap air di wilayah pesisir dengan teknologi historidum, namun khusus di daerah pesisir yang pantainya dialiri aliran sungai, tapi tidak di daerah pariwisata, sehingga tidak mengganggu nantinya," katanya.
Untuk potensi ketersedian air di wilayah Pulau Sumbawa, Wedha Magma menilai, potensinya sangat besar mencapai 15 miliar kubik namun, dipergunakan baru berkisar 2,8 miliar kubik.
"Untuk Pulau Sumbawa kita tidak ada masaah, karena kecukupan air melimpah, sementara Pulau Lombok masih kita perlukan," katanya menambahkan.
"Kritis air ini karena pemakaian air yang berlebihan, sementara yang terkelola tidak banyak," kata Wedha Magma Ardhi di Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, saat ini kebutuhan air di Pulau Lombok mencapai 76 persen. Sedangkan, potensi air mencapai 9 miliar kubik, namun yang baru terkelola hanya 6 miliar kubik.
"Persoalan di hulu juga menjadi tantangan kita, karena banyak terjadi ilegal logging, menyebabkan daya hutan menahan air juga turun. Sehingga, air yang ada terbuang begitu saja tanpa termanfaatkan," ujarnya.
Selain persoalan pembalakan kayu secara liar, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB itu mengatakan bahwa indikator lain yang menyebabkan indeks air NTB kritis karena banyak wilayah di NTB khususnya Pulau Lombok saat musim kemarau, mengalami kekeringan.
"Ini kita lihat di sumur milik masyarakat yang mengering dan air sungai yang kian keruh, sedangkan di perkotaan makin meningkatnya konsumsi air minum dalam kemasan," ucapnya.
Menurut Wedha, sejumlah upaya teknis untuk menangkal makin kritisnya ketersedian air itu sudah dilakukan. Di antaranya, pembangunan bendungan dan embung rakyat. Direncanakan, pada tahun 2017 ini, empat bendungan yakni, Meninting, Bringin Sila, Kerakas dan Mujur akan dimulai pelaksanaanya.
Tidak hanya itu, ia mengemukakan, koordinasi dengan SKPD lainnya, seperti Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) untuk mulai memperketat pengawasan perizinan terhadap aktifitas penggunaan sumur bor yang kian marak oleh dunia usaha, terutama perhotelan dan perumahan di daerah perkotaan juga intensif dilakukan.
"Kita juga tengah menyusun skema menangkap air di wilayah pesisir dengan teknologi historidum, namun khusus di daerah pesisir yang pantainya dialiri aliran sungai, tapi tidak di daerah pariwisata, sehingga tidak mengganggu nantinya," katanya.
Untuk potensi ketersedian air di wilayah Pulau Sumbawa, Wedha Magma menilai, potensinya sangat besar mencapai 15 miliar kubik namun, dipergunakan baru berkisar 2,8 miliar kubik.
"Untuk Pulau Sumbawa kita tidak ada masaah, karena kecukupan air melimpah, sementara Pulau Lombok masih kita perlukan," katanya menambahkan.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016
Tags: