Korban gempa Aceh mengungsi di kompleks pemakaman Syafi'i
10 Desember 2016 18:48 WIB
Pengungsi Korban Gempa Pidie Jaya Sejumlah warga mengungsi di Masjid At-Taqwa, Pidie Jaya, Aceh, Kamis (8/12/2016). Warga yang tempat tinggalnya mengalami kerusakan akibat gempa berkekuatan 6,5 SR pada Rabu (7/12/2016) mengungsi ke tempat-tempat yang dianggap aman. (ANTARA/Hafidz Mubarak A) ()
Meureudu (ANTARA News) - Korban gempa tektonik 6,5 Skala Richter (SR) di Gampong Cubo, Panteraja, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, terpaksa harus mengungsi di kompleks pemakaman tokoh warga setempat Abdullah Syafi'i.
Akibat minimnya lahan tanah datar di daerah tersebut sehingga memaksa mereka menggunakan kompleks pemakaman tersebut.
Dari pantauan Antara, Sabtu, warga menggunakan areal di tengah-tengah antara toilet umum dan bangunan pendopo, atau di samping kiri mushala kompleks tersebut, mendirikan tenda plastik berwarna biru.
Setidaknya ada tiga tenda baris yang memanjang, Sabtu siang itu memang tidak terlihat ada pengungsi karena memilih di rumah namun saat malam datang baru lokasi itu dipenuhi warga.
"Warga masih trauma jadi setiap malam pindah tidur ke kompleks makam," kata Zulfan Ariadi.
Pembangunan posko pengungsian itu inisiatif warga sendiri. Sebenarnya ada dua lokasi yang dibuat oleh warga, satu di kompleks pemakaman dan satu lagi di dalam perkampungan.
"Maklum areal tanah datar minim, jadi kita manfaatkan kompleks pemakaman," kata Zulfan.
Jumlah pengungsi di dua lokasi ada 386 orang yang berasal dari tiga dusun.
"Untuk di kompleks pemakaman sekitar 150 orang" katanya.
Di tiga gampong itu tercatat ada tiga orang korban meninggal dunia dan 18 mengalami luka berat
Saat ini yang menjadi persoalan adalah minimnya bantuan dari pemerintah karena sejak gempa terjadi pada Rabu (7/12), baru satu kali bantuan dari pemerintah masuk pada Kamis (9/12).
"Ada bantuan baru terbatas dari lembaga nonpemerintah dan organisasi-komunitas saja," kata warga Muhtar.
Untuk mencapai lokasi pengungsian itu, harus melewati jalanan aspal berdebu, jalan berbatu dan jembatan kecil kayu karena proyek pembangunan yang tengah berjalan.
Lokasinya berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat ibukota Kabupaten Pidie Jaya, Meureudu atau menempuh perjalanan sekitar 1 jam itu.
Akibat minimnya lahan tanah datar di daerah tersebut sehingga memaksa mereka menggunakan kompleks pemakaman tersebut.
Dari pantauan Antara, Sabtu, warga menggunakan areal di tengah-tengah antara toilet umum dan bangunan pendopo, atau di samping kiri mushala kompleks tersebut, mendirikan tenda plastik berwarna biru.
Setidaknya ada tiga tenda baris yang memanjang, Sabtu siang itu memang tidak terlihat ada pengungsi karena memilih di rumah namun saat malam datang baru lokasi itu dipenuhi warga.
"Warga masih trauma jadi setiap malam pindah tidur ke kompleks makam," kata Zulfan Ariadi.
Pembangunan posko pengungsian itu inisiatif warga sendiri. Sebenarnya ada dua lokasi yang dibuat oleh warga, satu di kompleks pemakaman dan satu lagi di dalam perkampungan.
"Maklum areal tanah datar minim, jadi kita manfaatkan kompleks pemakaman," kata Zulfan.
Jumlah pengungsi di dua lokasi ada 386 orang yang berasal dari tiga dusun.
"Untuk di kompleks pemakaman sekitar 150 orang" katanya.
Di tiga gampong itu tercatat ada tiga orang korban meninggal dunia dan 18 mengalami luka berat
Saat ini yang menjadi persoalan adalah minimnya bantuan dari pemerintah karena sejak gempa terjadi pada Rabu (7/12), baru satu kali bantuan dari pemerintah masuk pada Kamis (9/12).
"Ada bantuan baru terbatas dari lembaga nonpemerintah dan organisasi-komunitas saja," kata warga Muhtar.
Untuk mencapai lokasi pengungsian itu, harus melewati jalanan aspal berdebu, jalan berbatu dan jembatan kecil kayu karena proyek pembangunan yang tengah berjalan.
Lokasinya berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat ibukota Kabupaten Pidie Jaya, Meureudu atau menempuh perjalanan sekitar 1 jam itu.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: