Asset
recovery telah menjadi agenda utama dalam isu pemberantasan korupsi di
tingkat global, kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya.
Komitmen global ini tertuang di dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC), dimana Pengembalian Aset merupakan salah satu prinsip mendasar di dalam UNCAC.
Di bawah kerangka UNCAC, negara yang telah meratifikasinya, berkewajiban untuk merumuskan kebijakan domestik yang mendukung proses asset recovery.
Komitmen global ini tertuang di dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC), dimana Pengembalian Aset merupakan salah satu prinsip mendasar di dalam UNCAC.
Di bawah kerangka UNCAC, negara yang telah meratifikasinya, berkewajiban untuk merumuskan kebijakan domestik yang mendukung proses asset recovery.
Fadli
Zon menyampaikan bahwa banyak aset hasil korupsi yang seringkali
berasal dari negara negara berkembang, di simpan di negara-negara safe
haven.
Ironisnya, rata rata negara safe haven kemudian tidak memperkenankan untuk memberikan informasi mengenai data kepemilikan aset yang disimpan di negaranya, meskipun sudah ada ketentuan multilateral yang mengaturnya. Sehingga upaya pengembalian aset merupakan satu proses yang sangat kompleks.
Ironisnya, rata rata negara safe haven kemudian tidak memperkenankan untuk memberikan informasi mengenai data kepemilikan aset yang disimpan di negaranya, meskipun sudah ada ketentuan multilateral yang mengaturnya. Sehingga upaya pengembalian aset merupakan satu proses yang sangat kompleks.
Lebih
lanjut, dalam konferensi yang dihadiri peserta dari 130 negara, Fadli
Zon mengungkapkan setidaknya ada 3 tantangan utama dalam upaya
pengembalian aset.
Pertama yaitu adanya perbedaan kerangka hukum antar negara. Kedua yaitu masih minimnya keterampilan teknis serta sumber daya yang dimiliki oleh negara dalam upaya pengembalian aset. Dan ketiga, yang juga tidak kalah penting adalah lemahnya political will dan kepercayaan antar negara.
Pertama yaitu adanya perbedaan kerangka hukum antar negara. Kedua yaitu masih minimnya keterampilan teknis serta sumber daya yang dimiliki oleh negara dalam upaya pengembalian aset. Dan ketiga, yang juga tidak kalah penting adalah lemahnya political will dan kepercayaan antar negara.
Sebagai
President GOPAC, Fadli Zon menyampaikan bahwa anggota parlemen memiliki
peran penting dalam menangani hambatan asset recovery.
Pertama, dengan peran legislasinya anggota parlemen dapat mendorong penguatan kerangka hukum domestik dalam mendukung asset recovery.
Kedua, yang juga sangat fundamental adalah meningkatkan political will serta membangun saling kepercayaan antar negara.
Hal ini menjadi sangat penting sebab, meskipun negara-negara sudah terikat pada kesepakatan multilateral, namun seringkali terhambat di level bilateral.
Pertama, dengan peran legislasinya anggota parlemen dapat mendorong penguatan kerangka hukum domestik dalam mendukung asset recovery.
Kedua, yang juga sangat fundamental adalah meningkatkan political will serta membangun saling kepercayaan antar negara.
Hal ini menjadi sangat penting sebab, meskipun negara-negara sudah terikat pada kesepakatan multilateral, namun seringkali terhambat di level bilateral.
Terkait
dengan hal tersebut, Fadli Zon menerangkan bahwa GOPAC dapat menjadi
platform bagi seluruh anggota parlemen dunia dalam membangun kepercayaan dan
meningkatkan political will setiap negara dalam mendukung upaya Asset Recovery.
Sebagai
Presiden GOPAC, Fadli Zon diundang dalam 17th International Anti
Corruption Conference yang berlangsung di Panama 1-4 Desember 2016.
IACC
adalah forum global yang menjadi wadah bagi anggota parlemen, kepala
negara, masyarakat sipil, dan sektor swasta untuk bersama-sama berperan
dalam melawan korupsi.
Sejak berdirinya di tahun 1983, IACC setiap dua tahunnya menyelenggarakan konferensi di negara yang berbeda-beda. Peserta yang hadir antara 800-2.000 orang dan berasal lebih dari 135 negara di seluruh dunia.Konferensi kali ini adalah Konferensi ke-17 yang mengangkat tema Time for Justice: Equity, Security, Trust.
Sejak berdirinya di tahun 1983, IACC setiap dua tahunnya menyelenggarakan konferensi di negara yang berbeda-beda. Peserta yang hadir antara 800-2.000 orang dan berasal lebih dari 135 negara di seluruh dunia.Konferensi kali ini adalah Konferensi ke-17 yang mengangkat tema Time for Justice: Equity, Security, Trust.