KKP himpun data tuna wujudkan perikanan berkelanjutan
30 November 2016 20:55 WIB
ilustrasi: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat menyampaikan pemaparannya di depan Sidang FAO di Roma, Senin (11/7/2016). (istimewa)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghimpun data jejak karbon untuk komoditas tuna longline di Samudera Hindia dalam rangka mewujudkan sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Siaran pers Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP yang diterima Rabu menyatakan, salah satu tugas pokok Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan adalah melakukan penelitian bidang perikanan untuk menunjang penyusunan kebijakan kelautan dan perikanan.
Pada Tahun 2015 telah melakukan penelitian jejak karbon perikanan Tuna Cakalang Tongkol (TCT) di area konvensi "Western Central Pacific Fisheries Communities" (WCPFC) yang dilanjutkan dengan penelitian sejenis di Samudera Hindia pada tahun 2016, khususnya pada armada rawai tuna yang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap.
Telah dihasilkan data dasar jejak karbon TCT longline di Samudera Hindia. Pada kurun waktu 2011-2015 terjadi perubahan tren peningkatan jumlah trip dan penurunan lama hari layar dengan tren tenaga mesin induk yang konstan.
Selain itu, peningkatan tren jejak karbon semakin meningkat karena pengaruh fluktuasi porsi target tangkapan terhadap total tangkapan yang cukup signifikan.
Secara ekonomi hal tersebut juga berpengaruh terhadap porsi belanja bahan bakar terhadap hasil penjualan hasil tangkapan.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia perlu memperkuat diplomasi internasional untuk sektor perikanan karena pentingnya peran negeri ini dalam produksi global sejumlah komoditas perikanan seperti ikan tuna, tongkol, dan cakalang.
"TTC (tuna, tongkol dan cakalang) dari Indonesia berkontribusi 18-20 persen dari keseluruhan produksi global sehingga kita harus memperkuat diplomasi khususnya tingkat internasional," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Toni Ruchimat, dalam lokakarya di Jakarta, Rabu (16/11).
Berdasarkan data KKP, volume produksi perikanan tangkap di laut Indonesia untuk jenis ikan TTC selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 1,32 juta ton pada 2014, menjadi 1,34 juta ton pada 2015, dan ditargetkan menjadi 1,35 juta ton pada tahun 2016 ini. Sedangkan volume penangkapan global secara keseluruhan adalah 6,8 juta ton per tahun.
Sebelumnya, KKP menyatakan Indonesia mendapat apresiasi global dalam agenda perubahan iklim terkait dengan penguatan sektor kelautan dan perikanan.
"Indonesia berkomitmen menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam mengelola ekosistem pesisir dan laut serta daratan, meningkatkan pengelolaan sumber daya alam, dan meningkatkan ketangguhan iklim dengan melindungi dan memulihkan peran penting ekosistem terestrial, pesisir, dan laut," kata Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan dan Utusan Khusus Perubahan Iklim Dr Poernomo dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (15/11).
Apresiasi tinggi dari berbagai pihak perwakilan dan delegasi negara serta lembaga swadaya masyarakat itu diterima Indonesia dalam acara "Membangun Ketangguhan untuk Adaptasi Perubahan Iklim bagi Negara kepulauan dan Negara Kepulauan Kecil Berkembang" sebagai bagian Konvensi PBB di Marrakesh, Maroko, 11 November 2016.
Acara yang dihadiri oleh lebih 150 peserta ini diselenggarakan bersama dengan Global Ocean Forum and World Ocean Network. Hal ini merupakan forum untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan pembelajaran dari para pengambil kebijakan dan praktisi untuk membangun dan memperkuat kapasitas ketangguhan bagi negara kepulauan dan pulau-pulau kecil negara berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim, terutama untuk sektor kelautan dan perikanan.
Siaran pers Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP yang diterima Rabu menyatakan, salah satu tugas pokok Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan adalah melakukan penelitian bidang perikanan untuk menunjang penyusunan kebijakan kelautan dan perikanan.
Pada Tahun 2015 telah melakukan penelitian jejak karbon perikanan Tuna Cakalang Tongkol (TCT) di area konvensi "Western Central Pacific Fisheries Communities" (WCPFC) yang dilanjutkan dengan penelitian sejenis di Samudera Hindia pada tahun 2016, khususnya pada armada rawai tuna yang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap.
Telah dihasilkan data dasar jejak karbon TCT longline di Samudera Hindia. Pada kurun waktu 2011-2015 terjadi perubahan tren peningkatan jumlah trip dan penurunan lama hari layar dengan tren tenaga mesin induk yang konstan.
Selain itu, peningkatan tren jejak karbon semakin meningkat karena pengaruh fluktuasi porsi target tangkapan terhadap total tangkapan yang cukup signifikan.
Secara ekonomi hal tersebut juga berpengaruh terhadap porsi belanja bahan bakar terhadap hasil penjualan hasil tangkapan.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia perlu memperkuat diplomasi internasional untuk sektor perikanan karena pentingnya peran negeri ini dalam produksi global sejumlah komoditas perikanan seperti ikan tuna, tongkol, dan cakalang.
"TTC (tuna, tongkol dan cakalang) dari Indonesia berkontribusi 18-20 persen dari keseluruhan produksi global sehingga kita harus memperkuat diplomasi khususnya tingkat internasional," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Toni Ruchimat, dalam lokakarya di Jakarta, Rabu (16/11).
Berdasarkan data KKP, volume produksi perikanan tangkap di laut Indonesia untuk jenis ikan TTC selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 1,32 juta ton pada 2014, menjadi 1,34 juta ton pada 2015, dan ditargetkan menjadi 1,35 juta ton pada tahun 2016 ini. Sedangkan volume penangkapan global secara keseluruhan adalah 6,8 juta ton per tahun.
Sebelumnya, KKP menyatakan Indonesia mendapat apresiasi global dalam agenda perubahan iklim terkait dengan penguatan sektor kelautan dan perikanan.
"Indonesia berkomitmen menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam mengelola ekosistem pesisir dan laut serta daratan, meningkatkan pengelolaan sumber daya alam, dan meningkatkan ketangguhan iklim dengan melindungi dan memulihkan peran penting ekosistem terestrial, pesisir, dan laut," kata Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan dan Utusan Khusus Perubahan Iklim Dr Poernomo dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (15/11).
Apresiasi tinggi dari berbagai pihak perwakilan dan delegasi negara serta lembaga swadaya masyarakat itu diterima Indonesia dalam acara "Membangun Ketangguhan untuk Adaptasi Perubahan Iklim bagi Negara kepulauan dan Negara Kepulauan Kecil Berkembang" sebagai bagian Konvensi PBB di Marrakesh, Maroko, 11 November 2016.
Acara yang dihadiri oleh lebih 150 peserta ini diselenggarakan bersama dengan Global Ocean Forum and World Ocean Network. Hal ini merupakan forum untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan pembelajaran dari para pengambil kebijakan dan praktisi untuk membangun dan memperkuat kapasitas ketangguhan bagi negara kepulauan dan pulau-pulau kecil negara berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim, terutama untuk sektor kelautan dan perikanan.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: