Yogyakarta (ANTARA News) - Munculnya sikap intoleran di media sosial harus direspons baik oleh masyarakat, perguruan tinggi, maupun pemerintah, kata Direktur Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada Zainal Abidin Bagir.
"Jika dulu kita menjaga diri untuk tidak menyampaikam sentimen-sentimen etnis, keagamaan dan lain-lain, sekarang sentimen-sentimen tersebut banyak yang keluar melalui media sosial," kata Zainal di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.
Ia menyayangkan belakangan ini opini-opini intoleran yang muncul di media sosial cukup mengganggu nuansa Kebhinekaan yang telah terbangun. "Dampaknya dikhawatirkan bisa menjadi gerakan sosial yang mengkhawatirkan," kata dia.
Zainal tidak menampik munculnya ujaran-ujaran kebencian dan saling hujat satu sama lain di media sosial tidak terlepas dari momentum Pilkada. Sebab hampir setiap Pilkada, menurut dia, menjadi masa-masa kritis terhadap toleransi sehingga harus lebih diwaspadai.
"Kelompok-kelompok kecil yang tidak toleran tidak bisa dipandang remeh. Walaupun kecil, kalau itu didiamkan akan tumbuh terus," kata dia.
Pemerintah, menurut Zainal, juga harus memiliki kebijakan yang tegas dalam merespons fenomena tersebut. Dialog dan rekonsiliasi juga harus dilakukan dengan tetap di dalam koridor hukum. "Kebebasan berekspresi harus selalu berada dalam koridor hukum," kata dia.
Meski demikian, ia masih memiliki keyakinan bahwa toleransi dan kebhinekaan di Indonesia sudah mendarah daging, walaupun perlu terus dirawat karena setiap saat akan menghadapi tentangan. "Saya masih yakin mayoritas orang Indonesia itu memiliki toleransi dan Bhineka Tunggal Ika-nya masih sangat kuat," kata dia.
CRCS : Intoleransi di media sosial harus direspons
30 November 2016 19:50 WIB
ilustrasi: Dokumen foto salah satu konsep kantor Google. (google.com)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: