Jakarta (ANTARA News) - KPK mendalami aliran dana yang diduga dinikmati sejumlah pengusaha dari proyek pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

"Penyidik merangkai perjalanan kasus ini, bagaimana peran konsorsium untuk menemukan bukti-bukti sejauh mana peran orang-orang di dalam konsorsium tersebut," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Pada hari ini KPK kembali memeriksa Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan seorang pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput.

"Saya tidak bisa menyebutkan orang atau individu yang terlibat siapa saja, tapi pemeriksaan saksi arahnya adalah untuk mencari bukti-bukti siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, tidak bisa disampaikan siapa pihak yang menjadi pengatur strateginya dan siapa yang mengikuti atau diarahkan," tambah Yuyuk.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui bahwa aliran dana proyek E-KTP memang rumit karena melibatkan ribuan transaksi.

"Dari BPKP ada kerugian Rp2,3 triliun yang disinyalir ada mark up, siapa yang menikmati? Sejauh ini kontrak antar Kementerian Dalam Negeri dengan konsorsium. Uang kan mengalir dari pemerintah ke konsorsium, kemudian dari rekening penampung itu mengalir ke mana, ini yang masih dalam proses, siapa-siapa saja yang memperoleh aliran dana itu. Ini bukan pekerjaan gampang karena menyangkut ribuan transaksi dan ada transaski tunai, tentu menjadi bagi kami lebih hati-hati mencermati transaski tunai," kata Alexander pada 15 November 2016 lalu.

Hingga saat ini, KPK baru menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

PT. Quadra disebut mantan bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.